Tuesday 26 December 2017

Pengaruh Kompos Serbuk Kayu Terhadap Tinggi Tanaman Bunga Kol

Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman bunga kol kol pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah tanam (HST) tertera pada Lampiran 1, 3, dan 5. Hasil analisis sidik ragam degan menggunakan uji F (Lampiran 2, 4, dan 6) menunjukkan bahwa pemberian kompos serbuk kayu sangat berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bunga kol.
          Rata-rata tinggi tanaman bunga kol umur 15, 30, dan 45 HST akibat pemberian kompos serbuk kayu disajikan pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman bunga kol umur 15, 30, dan 45 hari setelah                          tanam akibat pemberian kompos serbuk kayu.

Tinggi Tanaman Bunga Kol ( cm )
Perlakuan
15 HST
30 HST
45 HST
K0 (Tanah)
11,55d
19,77e
29,00f
K1 (Kompos Serbuk kayu)
19,33b
32,55b
36,55d
K2 ( 1:1 )
14,22c
24,88d
31,00e
K3 ( 2:1 )
23,33a
37,10a
45,77a
K4 ( 3:1 )
18,33b
34,10b
42,33b
K5 ( 4:1 )
15,55c
31,33c
41,00
BNT 0,05
1,46
1,76
0,64c
  Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada                         taraf P ≤ 0,005 (uji BNT).

            Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian kompos serbuk kayu berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman bunga kol pada umur 15, 30, dan 45 HST. Tanaman tertinggi pada umur 15, 30 dan 45 HST dijumpai pada K3 (pupuk kompos serbuk kayu 70% : tanah 30%) dan tanaman terendah dijumpai pada perlakuan K0 (tanah 100%).
          Adapun hubungan antara pemberian pupuk kompos serbuk kayu terhadap tinggi tanaman bunga kol dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :
Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Bunga Kol Umur 15, 30, 45  Hari Setelah                                Tanam (HST) terhadap Kompos Serbuk Kayu
          Gamabar 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman bunga kol pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah tanam HST dijumpai pada Perlakuan K3 (70% kompos serbuk kayu : 30% tanah) dengan tinggi tanaman 23,33 cm pada umur 15 HST, pada umur 30 HST dengan tinggi 37,10 cm dan 45,77 cm pada umur 45 HST, sedangkan tinggi tanaman terendah pada umur 15, 30, dan 45 HST dijumpai pada perlakuan K0 (tanpa kompos serbuk kayu) dengan tinggi tanaman 11,55 cm pada umur 15 HST, pada umur 30 HST dengan tinggi 19,77 cm dan 29,00 cm pada umur 45 HST.
          Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kompos serbuk kayu menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pupuk organik. Hal ini disebabkan karena pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai sehingga dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman untuk melakukan pertumbuhan. Disamping itu, pupuk kompos serbuk kayu mengandung unsur hara N yang mampu memenuhi kebutuhan tanaman bunga kol. Unsur N merupakan unsur hara utama penunjang pertumbuhan tanaman yang berperan dalam pertumbuhan akar, batang, daun,dan awal pembentukan bunga pada tanaman. Unsur N digunakan untuk menghasilkan sejumlah kompleks organik molekul seperti asam amino, protein, dan asam nukleat. Asam amino berfungsi sebagai bahan dasar pembentukan protein yang selanjutnya akan digunakan untuk pertumbuhan tanaman.

          Asam amino juga dapat meningkatkan jumlah klorofil dalam tanaman hingga tanaman bisa lebih hijau dan dapat meninggkatkan fotosintesis. Fotosintesis merupakan dimana suatu proses biokimia yang dilakukan tanaman untuk memproduksi energi. Energi dibutuhkan tanaman untuk menyerap karbondioksida (CO2) dan air yang akan menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanan (nutrisi). Nutrisi dibutuhkan tanaman untuk melakukan pertumbuhan dan perkembangan diantaranya meningkatkan tinggi tanaman. Kekurangan unsur N akan menghambat terjadinya proses fisiologis pada tanaman yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti tinggi tanaman (nurmayulis,2005).

Sunday 17 December 2017

Makalah Pasca Panen Teknologi Fermentasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekteristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dll) sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan yoghurt). Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan, antara lain :
1.    proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal, sehingga tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik produk pangan,
2.    karakteristik flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.
3.    memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal, Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa proses fermentasi adalah proses yang memanfaatkan jasa mikroorganisme, maka pengendalian proses fermentasi pada dasarnya adalah pengendalian pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut.







1.2  Rumusan Masalah
1.  Apa itu fermentasi hasil produk pertanian ?
2.  Bagaimana pengolahan hasil pertanian dengan teknik fermentasi ?

1.3  Tujuan Pembahasan Masalah
1.  Mengetahui teknik fermentasi hasil pertanian .
2.  Mengetahui hasil produk fermentasi dari bahan hasil pertanian.





















BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Produk Pangan Hasil Fermentasi Dari Berbagai Negara
1.         Fermentasi Tempe
Tempe berasal dari Indonesia, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Tempe adalah makanan yang dibuat ini dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberap bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. Stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia.
Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Daya tahan tempe juga dipengaruhi oleh temperatur ruang tempat penyimpanan. Pada suhu rendah, proses metabolisme peragian lanjut akan terhambat, misalnya di dalam lemari pendingin. Tempe dapat tahan disimpan selama 3 hari tanpa adanya perubahan warna dan rasa. Namun, pada hari kelima, warna akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan rasa busuk akan mulai muncul.
a.    Proses Pembuatan Tempe
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji. Setelah dikupas, biji kedelai direndam.
Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis asam perlu ditambahkan pada air rendaman.
 Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi. Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru.
Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia).
Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
1.    penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau
2.    inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh.

Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.

Makalah Pasca Panen Jagung


BAB I
PENDAHULUAN
           
1.1.         LATAR BELAKANG
Jagung merupakan komoditas penting dalam industri pangan, kimia maupun industri manufaktur. Di  Indonesia jagung juga merupakan  makanan pokok utama yang memiliki kedudukan penting setelah beras.  Usaha pengembangan jagung nasional harus didukung oleh industri pascapanen sehingga mampu menciptakan keuntungan yang sebenarnya secara bisnis.  Salah satunya adalah dengan membuat produk olahan berbasis jagung yang mempunyai umur simpan yang lama.
Kegiatan pascapanen merupakan bagian integral dari pengembangan agribisnis, yang dimulai dari aspek produksi bahan mentah sampai pemasaran produk akhir. Peran kegiatan pascapanen menjadi sangat penting, karena merupakan salah satu sub-sistem agribisnis yang mempunyai peluang besar dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk agribisnis. Dibanding dengan produk segar, produk olahan mampu memberikan nilai tambah yang sangat besar. Daya saing komoditas Indonesia masih lemah, karena selama ini hanya mengandalkan keunggulan komparatif dengan kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja tak terdidik, sehingga produk yang dihasilkan didominasi oleh produk primer.
Pemanfaatan teknologi pengolahan jagung berpeluang meningkatkan nilai komoditas jagung tidak hanya sebagai sumber pakan tetapi dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang bernilai ekonomi seperti pop-corn, tepung jagung, pati jagung dan minyak jagung. Pascapanen jagung selama ini masih dkerjakan secara tradisional. Dengan teknologi yang ada (existing technology), maka diperlukan investasi teknologi baik untuk pengolahan jagung di sektor hulu maupun hilir. Untuk pengembangan industri pati jagung, dibutuhkan investasi mencapai Rp 80-160 miliar.
Keberhasilan pengembangan jagung kini tidak hanya ditentukan oleh tingginya produktivitas saja, namun juga melibatkan kualitas dari produk itu sendiri. Agar komoditas tersebut mampu bersaing dan memiliki keunggulan kompetitif. Agar dihasilkan mutu jagung yang baik maka tehnik pasca panennya pun harus lebih diperhatikan dan ditangani lebih baik.
Pemanenan juga merupakan salah satu factor yang penting dalam produksi jagung.  Waktu panen dan metode panen harus dilaksanakan sedemikian sehingga viabilitas biji tidak dipengaruhi negative.  Selain itu penangkar biji harus menjamin bebasnya biji yang dipanen dari campuran benda-benda yang tidak dikehendaki.  Sehubungan dengan hal ini maka produsen biji harus melakukan persiapan-persiapan seperlunya.
             Waktu panen harus disesuaikan agar biji jagung benar-benar masak.  Di tingkat petani, umumnya panen dilakukan berdasarkan penampakan tanaman dan umur tanaman.  Pemanenan yang didasarkan pada penampakan dan umur tanaman tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi agroklimat dimana biji ditanam seperti suhu, kelembaban nisbi dan radiasi matahari.  Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga, pertumbuhan dan diferensiasi perbungaan (inflorescense), mekar bunga, perkecambahan serbuk sari, pembentukan biji, kekerasan biji (hard seededness) dan periode pemasakan.  Pengaruh kelembaban nisbi berinteraksi dengan pengaruh suhu terhadap perkecambahan serbuk sari.  Sedang radiasi matahari berhubungan dengan laju pertumbuhan tanaman, dan fotosintesis sehingga saat panen untuk produksi biji yang paling baik adalah jika dilakukan pada saat biji masak fisiologis
Penentuan Saat Panen
Ada dua istilah yang biasa digunakan untuk menentukan saat panen yang optimal, yaitu masak dan matang.  Dalam penggunaannya, pengertian dua istilah tersebut sering dipertukarkan.  Untuk menghindarkan salah pengertian maka perlu di jelaskan sebagai  berikut :
1.    Biji jagung disebut masak (mature) apabila berat kering (dry matter) individu butiran jagung tersebut telah mencapai maksimum.
2.    Biji jagung tersebut matang (ripe) apabila kadar air individu butiran tersebut sudah mengalami penurunan dan mendekati air keseimbangan dengan kelembaban udara sekitarnya

1.2.RUMUSAN MASALAH
Yang menjadi pemasalahan disini ialah segala hal yang dapat menyebabkan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Bagaimana cirri-ciri jagung yang siap panen ?
2. Bagaimana proses penanganan pasca panen yang baik ?
3. Tahapan-tahapan apa saja yang ada dalam penanganan pasca panen jagung ?
4. Bagaimana bentuk dan standar jagung yang bagus untuk dipasarkan ?

1.3.MAMFAAT
1. Mengetahui bagaimana ciri-ciri jagung yang siap panen ?
2. Mengetahui Bagaimana proses penanganan pasca panen yang baik ?
3. Mengetahui Tahapan-tahapan apa saja yang ada dalam penanganan pasca panen jagung ?
4. Mengetahui Bagaimana bentuk dan standar jagung yang bagus untuk dipasarkan ?





BAB II
ISI

2.1. Ciri-ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan pada saat jagung telah mencapai masak fisiologis yaitu berkisar 100 hari setelah tanam tergantung dari jenis varietas yang digunakan. Pada umur demikian biasanya daun jagung/klobot telah kering dan berwarna kekuning-kuningan.
Ciri jagung yang siap dipanen adalah:
a) Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam.
b) Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
c) Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.

Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok (beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.
2.2. Cara Panen
Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat mesin pemetikan
2.3. Periode Panen
Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan sayur, dapat dipetik 15 sampai dengan 21 hari setelah tanaman berbunga. Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai jagung rebus, tidak harus menunggu sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan ± 4 minggu setelah tanaman berbunga atau dapat mengambil waktu panen antara umur panen jagung sayur dan umur panen jagung masak mati.

2.4. Proses Pasca Panen Jagung
Penanganan pasca panen jagung di antaranya meliputi :
a. Pemipilan dengan tangan
b. Pemipilan dengan mesin
c. Penjemuran jagung setelah dipipil
d. Proses sortasi dan grading
e. Penyimpanan jagung pipilan yang sudah disortir
f. Pengiriman Jagung pipilan untuk di ekspor
g. Pengolahan jagung
Penanganan pasca panen secara garis besar dapat meningkatkan daya gunanya sehingga lebih bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Hal ini dapat ditempuh dengan cara mempertahankan kesegaran atau mengawetkannya dalam bentuk asli maupun olahan sehingga dapat tersedia sepanjang waktu sampai ke tangan konsumen dalam kondisi yang dikehendaki konsumen. Persyaratan mutu jagung untuk perdaganagn menurut SNI dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif.
Persyaratan kualitatif meliputi :
a. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit
b. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam)
c. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida
d. Memiliki suhu normal
Sedangkan persyaratan kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 1.
No.
Komponen Utama
Persyaratan Mutu (% maks)
I
II
III
IV
1.
 Kadar Air
14
14
15
17
2.
 Butir Rusak
2
4
6
8
3.
 Butir Warna Lain
1
3
7
10
4.
 Butir Pecah
1
4
3
5
5.
 Kotoran
1
1
2
2
Tabel 1.Mutu Jagung
Pengendalian mutu merupakan usaha mempertahankan mutu selama proses produksi sampai produk berada di tangan konsumen pada batas yang dapat diterima dengan biaya seminimal mungkin. Pengendalian mutu jagung pada saat pasca panen dilakukan mulai pemanenan, pengeringan awal, pemipilan, pengeringan akhir, pengemasan dan penyimpanan.

2.5. Pengolahan Hasil Tanaman Jagung
Pengolahan hasil tanaman jagung dimaksudkan untuk memperpanjang masa simpan jagung, meningkatkan nilai estetika jagung, meningkatkan keanekaragaman
makanan dengan bahan dasar jagung, meningkatkan nilai jual, dan daya saing olahan jagung.
Grading dan sortasi jagung merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam pengolahan jagung karena berpengaruh terhadap kualitas hasil akhir produk. Grading dan sortasi di tingkat petani umumnya dilakukan secara manual.
Nilai ekonomis tanaman jagung terutama diperoleh dari tongkol jagung dan biji pipilan jagung. Tongkol jagung (masak susu) dapat diolah menjadi berbagai produk masakan, sedangkan tongkol jagung (masak penuh), antara lain dapat diolah menjadi jagung giling dan tepung jagung.  Beberapa contoh hasil olahan jagung, sebagai berikut: mie jagung, bihun jagung, pati jagung, minyak jagung, pakan ternak dan lain-lain.
1. Pengupasan
            Setelah jagung dipanen, langkah selanjutnya adalah pengupasan kulit atau pengopekan kulit jagung. Pengopekan kulit jagung dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan jagung.  Ada berbagai cara pengopekan jagung.
Pengopekan jagung semi (baby corn) dilakukan sampai jagung kelihatan, kulit muda pada  pangkal tongkol jagung ditinggalkan sepanjang 5 – 7 cm.  Rambut-rambut jagung dibersihkan. Sedangkan jagung yang akan digunakan untuk  jagung sayur biasanya tidak dikopek atau sebaliknya dikopek sampai bersih. Demikian juga jagung yang akan dikonsumsi untuk jagung rebus. Berbeda dengan jagung yang akan digunakan sebagai biji kering jagung, biasanya jagung dikopek dan dibuang rambutnya sampai bersih kemudian dijemur. Tetapi ada juga jagung yang dikopek hanya dengan mengupas kulitnya kemudian ditarik sampai ke pangkal tongkol sehingga bijinya kelihatan, tanpa harus membuang kulitnya. Kulit jagung ini digunakan untuk mengikat jagung satu dengan lainnya.
Tujuan pengopekan jagung adalah untuk menurunkan kadar air dan kelembaban sekitar biji. Kelembaban pada biji jagung akan menyebabkan kerusakan biji dan tumbuhnya cendawan. Selain itu pengopekan kulit jagung dapat memudahkan dan memperingan pengangkutan selama proses pengeringan (Purwono dan Hartono, 2002)
2. Pengeringan
a. Pengeringan alami
Pengeringan alami merupakan pengeringan yang dilakukan dengan bantuan sinar matahari (penjemuran). Cara pengeringan ini cukup mudah dan biayanya murah. Namun, kendalanya adalah jika cuaca tidak memungkinkan maka proses pengeringan akan berlangsung tidak sempurna dan memerlukan waktu lama. Pengeringan pada musim hujan memakan waktu 7-14 hari dan pada musim kemarau antara 3-7 hari. Agar diperoleh hasil pengeringan yang baik, sebaiknya disediakan areal pengeringan yang cukup luas. Hal ini dikarenakan jagung yang akan dikekringkan tidak boleh ditumpuk. Teknis penjemuran dapat dilakukan pada lantai jemur, alas anyaman bambu, tikar, atau dengan cara digantung untuk tongkol yang masih ada kelobotnya. Pengeringan di lantai jemur sering menghasilkan biji retak. Selain dengan cara dijemur di panas matahari, ada sebagian petani yang melakukan pengeringan denga cara diasap. Cara pengeringan ini biasanya dilakukan di para-para diatas dapur. Untuk mengeringkan jagung dalam jumlah banyak, cara pengeringan ini kurang efektif diterapkan, kecuali kalau sumber asapnya dibuat khusus seperti dari pembakaran sekam, tongkol jagung, kayu, atau bahan yang lain. Pengeringan tongkol jagung dilakukan hingga kadar air mencapai 17-20%. Pada kadar air ini, jagung mudah dipipil tanpa menimbulkan banyak kerusakan.
b. Pengeringan buatan
Pengeringan buatan adalah pengeringan yang dilakukan dengan bantuan alat mekanis. Penerapan cara ini untuk mengantisipasi kalau terjadi hari hujan terus menerus. Beberapa jenis alat pengering yang biasa digunakan adalah omprongan, alat pengering dengan aerasi, dan alat pengering tipe continuous.
 3. Sortasi
Sortasi dilakukan untuk memisahkan tongkol jagung yang berukuran besar dengan yang kecil, berbiji rapat dengan jarang atau rusak, berwarna seragam putih atau kuning dengan yang tidak seragam, serta sudah masak dengan belum masak. Untuk memisahkan biji yang berukuran besar dan kecil dapat dilakukan setelah pemipilan.
4. Pemipilan
Salah satu kegiatan yang kritis dalam penanganan pascapanen di tingkat petani adalah pemipilan karena kehilangan hasil pada tahap ini dapat mencapai 4%. Pemipilan merupakan kegiatan melepaskan biji dari tongkol, memisahkan tongkol, dan memisahkan kotoran dari jagung pipilan. Tujuannya adalah untuk menghindarkan kerusakan, menekan kehilangan, memudahkan pengangkutan, dan memudahkan pengolahan selanjutnya. Oleh karenanya, sebaiknya pemipilan dilakukan pada saat yang tepat, yaitu saat kadar air jagung berkisar 17-20%. Penjemuran dalam bentuk pipilan memakan waktu 2-4 hari pada musim hujan dan 1-2 hari pada musim kemarau.


Pemipilan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara tradisional dan bantuan alat.
a. Pemipilan secara tradisional
Petani di pedesaan masih banyak memipil jagung secara tradisional, yaitu dengan menggunakan tangan. Dengan cara ini, kapasitas pipilnya hanya sekitar 10-2- kg/jam. Meskipun kapasitasnya kecil, namun cara pemipilan ini cukup efektif dalam memisahkan tongkol dengan kotoran lain. Selain itu, kerusakan yang ditimbulkan relative kecil. Selain dengan tangan, pemipilan tradisional yang lain adalah pemukulan jagung pada karung dengan tongkat. Kapasitas pipilan jagung pada cara ini dapat ditingkatkan, tetapi kerusakan mekanis yang ditimbulkan lebih besar. Kerugian lainnya adalah biji yang hilangpun meningkat karena banyak yang tertinggal pada tongkol.
b. Pemipilan dengan alat.
Pemipilan jagung dengan bantuan alat dapat dilakukan baik dengan alat sederhana maupun bermesin. Pemipilan dengan alat bermesin umumnya dilakukan petani dengan cara menyewa mesin pemipil jagung yang dioperasikan di lahan penanaman atau dirumah-rumah petani. Kapasitas pemipilan cara ini mencapai 1-2 ton/jam. Berbagai tipe alat pemipil yang tersedia di pasaran diantaranya Kikian, Pemipil tipe Sulawesi Utara, Pemipil Sederhana tipe silinder, pemipil tipe mungil, pemipil tipe ban, dll.
5. Pembersihan
            Setelah jagung dipipil, terutama jagung yang dipipil dengan mesin atau alat pemipil perlu dibersihkan dari kotoran-kotoran. Kotoran-kotoran yang tercampur dengan jagung pipil misalnya tanah,  potongan janggel, biji yang pecah, biji yang lapuk, dan batu. Pembersihan jagung pipilan dari kotoran dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan alat. Pembersihan jagung pipilan secara manual dilakukan dengan menampi atau mengaduk-aduk biji jagung dan menyapunya dengan sapu lidi. Pembersihan jagung pipil dengan menggunakan alat berupa ayakan atau saringan. Pembersihan jagung pipil  dengan menggunakan ayakan atau saringan ini selain membersihkan juga dapat sekaligus  untuk sortasi (Wijandi, 2003).
6. Pengemasan Jagung
Pengemasan dengan karung harus mempunyai persyaratan bersih dan mulutnya dijahit mulutnya, berat netto maksimum 75 kg dan tahan mengalami handling baik waktu pemuatan maupun pembongkaran.
Di bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan aman yang tidak luntur dan jelas terbaca antara lain :
a. Produce of Indonesia
b. Daerah asal produksi
c. Nama dan mutu barang
d. Nama perusahaan/ pengekspor
e. Berat bruto
f. Nomor karung
g. Tujuan
            Ada beberapa tujuan pengemasan jagung, yaitu agar jagung bersih dari kotoran, mengurangi serangan jamur dan hama (Purwono dan Hartono, 2002).
Pengemasan jagung disesuaikan dengan tujuan pasar jagung. Umumnya, kemasan yang digunakan berupa karung dengan berat antara 25-50 kg, sedangkan eceran seberat 1-5 kg. Adapun kemasan jagung untuk dipasarkan di supermarket umumnya menggunakan plastik wrapping seberat 1kg yang berisi sekitar 6 buah tongkol jagung (Purwono dan Hartono, 2002).
Pengangkutan Jagung
            Setelah jagung dipanen dari tempat tanam, jagung diangkut ke tempat tertentu untuk mendapatkan penanganan. Biasanya jagung diangkut masih dengan kulitnya atau diangkut dalam bentuk jagung yang sudah kering. Pengangkutan jagung harus dilakukan dengan hati-hati agar jagung tdak banyak mengalami kerusakan. Agar jagung tidak mengalami kerusakan selama dalam pengangkutan, jagung perlu dikemas dengan karung atau dengan keranjang. Kemasan jagung untuk pengangkutan sebaiknya diatur yang rapi agar daya tampung dalam kendaraan semaksimal mungkin.
2.6. Standar Produksi Jagung
Standar produksi tanaman jagung meliputi; satandar klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomendasi.
Diskripsi Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-03920-1995).
Klasifikasi dan Standar Mutu
Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi:
Jagung kuning : bila sekurang-kurangnya 90% warnanya bijinya berwarna kuning
Jagung putih : bila sekurang-kurangnya 90% warnanya bijinya berwarna putih
Jagung campuran : bila warna bijinya tidak memenuhi syarat klasifikasi warna jagung kuning ataupun jagung putih.
Dalam perdagangan internasional, komoditi jagung kering dibagi dalam 2 nomor, yaitu HS dan SITC. Sedangkan  berdasarkan penggunaannnya jagung kering dibedakan menjadi jagung benih dan jagung non-benih.
BAB III
KESIMPULAN
           
Jagung merupakan komoditas penting dalam industri pangan, kimia maupun industri manufaktur. Di  Indonesia jagung juga merupakan  makanan pokok utama yang memiliki kedudukan penting setelah beras.  Usaha pengembangan jagung nasional harus didukung oleh industri pascapanen sehingga mampu menciptakan keuntungan yang sebenarnya secara bisnis.  Salah satunya adalah dengan membuat produk olahan berbasis jagung yang mempunyai umur simpan yang lama.
Pemanfaatan teknologi pengolahan jagung berpeluang meningkatkan nilai komoditas jagung tidak hanya sebagai sumber pakan tetapi dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang bernilai ekonomi seperti pop-corn, tepung jagung, pati jagung dan minyak jagung. Pascapanen jagung selama ini masih dkerjakan secara tradisional. Dengan teknologi yang ada (existing technology), maka diperlukan investasi teknologi baik untuk pengolahan jagung di sektor hulu maupun hilir. Untuk pengembangan industri pati jagung, dibutuhkan investasi mencapai Rp 80-160 miliar.
Keberhasilan pengembangan jagung kini tidak hanya ditentukan oleh tingginya produktivitas saja, namun juga melibatkan kualitas dari produk itu sendiri. Agar komoditas tersebut mampu bersaing dan memiliki keunggulan kompetitif. Agar dihasilkan mutu jagung yang baik maka tehnik pasca panennya pun harus lebih diperhatikan dan ditangani lebih baik.
Penentuan Saat Panen
Ada dua istilah yang biasa digunakan untuk menentukan saat panen yang optimal, yaitu masak dan matang.  Dalam penggunaannya, pengertian dua istilah tersebut sering dipertukarkan.  Untuk menghindarkan salah pengertian maka perlu di jelaskan sebagai  berikut :
1.    Biji jagung disebut masak (mature) apabila berat kering (dry matter) individu butiran jagung tersebut telah mencapai maksimum.
2.    Biji jagung tersebut matang (ripe) apabila kadar air individu butiran tersebut sudah mengalami penurunan dan mendekati air keseimbangan dengan kelembaban udara sekitarnya
Ciri jagung yang siap dipanen adalah:
a) Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam.
b) Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
c) Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.
Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat mesin pemetikan.
Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan alat.
Penanganan pasca panen jagung di antaranya meliputi :
a. Pemipilan dengan tangan
b. Pemipilan dengan mesin
c. Penjemuran jagung setelah dipipil
d. Proses sortasi dan grading

e. Penyimpanan jagung pipilan yang sudah disortir
f. Pengiriman Jagung pipilan untuk di ekspor
g. Pengolahan jagung
Standar produksi tanaman jagung meliputi; satandar klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomendasi.
Diskripsi Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-03920-1995).

Klasifikasi dan Standar Mutu
Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi:
Jagung kuning : bila sekurang-kurangnya 90% warnanya bijinya berwarna kuning
Jagung putih : bila sekurang-kurangnya 90% warnanya bijinya berwarna putih
Jagung campuran : bila warna bijinya tidak memenuhi syarat klasifikasi warna jagung kuning ataupun jagung putih.
Dalam perdagangan internasional, komoditi jagung kering dibagi dalam 2 nomor, yaitu HS dan SITC. Sedangkan  berdasarkan penggunaannnya jagung kering dibedakan menjadi jagung benih dan jagung non-benih.