Makalah Pasca Panen Teknologi Fermentasi
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah
proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara
terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya asam
dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekteristik flavor dan
aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang
lebih baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai
dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dll) sampai kepada produk
yang modern (misalnya salami dan yoghurt). Proses fermentasi dalam pengolahan
pangan mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan, antara lain :
1. proses
fermentasi dapat dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal, sehingga tetap
mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik
produk pangan,
2. karakteristik
flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi
dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.
3. memerlukan
konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal,
Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa proses fermentasi adalah proses yang
memanfaatkan jasa mikroorganisme, maka pengendalian proses fermentasi pada
dasarnya adalah pengendalian pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa itu fermentasi hasil produk pertanian ?
2. Bagaimana pengolahan hasil pertanian dengan
teknik fermentasi ?
1.3
Tujuan Pembahasan Masalah
1. Mengetahui teknik fermentasi hasil pertanian .
2. Mengetahui hasil produk fermentasi dari bahan
hasil pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Produk Pangan Hasil Fermentasi Dari
Berbagai Negara
1. Fermentasi Tempe
Tempe
berasal dari Indonesia, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad
lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di
Yogyakarta dan Surakarta. Tempe adalah makanan yang dibuat ini dari fermentasi
terhadap biji kedelai atau beberap bahan lain
yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus,
Rh. oryzae, Rh. Stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi
ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada
kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang
mudah dicerna oleh manusia.
Tempe kaya
akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan
dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan
infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum,
tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan
biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada
fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe
terasa agak masam.
Tempe banyak
dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di
seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya
sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia.
Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika
Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul
Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau
memperbaiki kandungan gizi tempe. Daya tahan tempe juga dipengaruhi oleh
temperatur ruang tempat penyimpanan. Pada suhu rendah, proses metabolisme
peragian lanjut akan terhambat, misalnya di dalam lemari pendingin. Tempe dapat
tahan disimpan selama 3 hari tanpa adanya perubahan warna dan rasa. Namun, pada
hari kelima, warna akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan rasa busuk akan mulai
muncul.
a. Proses
Pembuatan Tempe
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus.
Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap
air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai
supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.Kulit biji kedelai
dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai
selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan,
diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji. Setelah
dikupas, biji kedelai direndam.
Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji
kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar
diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi
asam laktat terjadi dicirikan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam
laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis asam perlu
ditambahkan pada air rendaman.
Fermentasi asam
laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan
menghilangkan bakteri-bakteri beracun. Proses pencucian akhir dilakukan untuk
menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar
biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat
pertumbuhan fungi. Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi
tempe atau laru.
Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan
dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara
tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau
tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum
digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia).
Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
1. penebaran
inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu
dicampur merata sebelum pembungkusan; atau
2. inokulum
dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu
dikeringkan.
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau
ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah
dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas,
kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe
membutuhkan oksigen untuk tumbuh.
Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya
diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang sudah
dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang
tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi
tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu
fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak
inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan
laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home