Thursday 2 November 2017

Laporan Magang Kakao

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
            Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao berasal dari daerah dataran hujan tropis di Amerika selatan. Didaerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan terlindung pohon – pohon besar (Widya,2008).
            Salah satu usaha yang dapat dikelola untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi adalah dengan memperhatikan aspek dari budidaya tanaman kakao itu sendiri, diantaranya adalah pengelolaan tanah, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit serta pemberian zat pengatur tumbuh. Yang tidak kalah pentingnya dalam budidaya tanaman kakao adalah penyediaan bahan tanam dan pembibitan, karena dari pembibitan inilah akan didapatkan bahan tanam yang layak untuk ditanam dilapangan yang nantinya akan menghasilkan bibit tanaman kakao yang mampu berproduksi secara maksimal.(Siregar dkk.2010).
             Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar internasional dikenai potongan sebesar USD 200/ton atau 10-15 % dari harga pasar. Selain itu, beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus menyusut (Suryani, 2007). Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao atau non olahan (Rohman, 2009).
Pembibitan adalah suatu kegiatan untuk menghasilkan atau memproduksi bibit. Kegiatan yang dilakukan dalam pembibitan terdiri dari perencanaan pembibitan, pembangunan persemaian, penyiapan media bibit, perlakuan pendahuluan terhadap benih sebelum disemaikan, penyemaian benih, penyapihan bibit, pemeliharaan bibit, pengepakan dan pengangkutan bibit serta administrasi pembibitan (Willy, 2010).
Manajemen dapat diartikan sebagai salah satu ilmu dan seni untuk mengadakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan dan bimbingan (directing), pelaksanaan (actuating), serta pengawasan (controlling) terhadap orang – orang dan barang – barang untuk tujuan tertentu yang telah ditetapkan (Mangoensoekerjo dan Hariono,2005).
Manajemen pembibitan adalah salah satu bidang manajemen seperti manajemen prodksi, manajemen pemasaran, manajemen keuangan dan manajemen perkantoran, manajemen pembibitan (nursery) mengkhususkan diri tentang hal ihwal yang berhubungan dengan factor memproduksi bibit dari penanganan pre nursery, enterplanting dan main nursery hingga bibit siap tanam dengan segala kegiatannya hingga pembibitan tersebut dikatakan berhasil.
Areal pembibitan di Distric Cocoa Clinic (DCC) terdapat di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen dengan luas areal pembibitan 54m2 (6m x 9m). Distric Cocoa Clinic merupakan sebuah lembaga yang mengusahakan perbanyakan bibit kakao secara generatif dan vegetatif.
Seiring perkembangan zaman yang sangat berkembang perbanyakan bibit tanaman kakao dapat dilakukan secara vegetatif seperti sambung pucuk yang saat ini sedang dikembangkan di Distric Cocoa Clinic (DCC) dengan pemeliharaan tanaman kakao yang praktis ,efisien dan efektif sehingga dapat mengahsilkan bibit tanaman kakao yang bervarietas unggul dan berkualitas.
Berdasarkan data diatas pada Distric Cocoa Clinic (DCC) yang menjadi alasan penulis memilih judul manajemen usaha pembibitan kakao sebagai bahan penelitian karena Distric Cocoa Clinic (DCC) merupakan mayoritas budidayanya adalah komoditi tanaman kakao, maka penulis sangat tertarik untuk menganalisa lebih lanjut mengenai usaha pembibitan kakao.

1.2.      Ruang Lingkup Magang
            Kuliah kerja profesi ini dilaksanakan di Distric Cocoa Clinic (DCC) yang terletak di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Biereun. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada masalah  manajemen usaha pembibitan kakao yang berfokus pada analisa usaha pembibitan kakao. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2015.

1.3.      Tujuan Magang
   Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini dilakukan untuk :
1.      Untuk Mengetahui system manajemen pembibitan kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.
2.      Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa serta pengalaman pada saat melakukan bakti profesi.
3.      Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim.
4.      Untuk mengetahui berapa keuntungan usaha pembibitan kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.

1.4.      Manfaat
Kegiatan magang yang dilakukan memiliki beberapa manfaat antara lain :
1.      Bagi mahasiswa, sebagai penambah pengetahuan dan wawasan secara langsung dari lingkungan kerja yang berkaitan dengan kegiatan kerja.
2.      Bagi pemerintah, dapat menjadi sumbangan informasi kepada pemerintah dalam mengembangkan usaha pembibitan kakao di Kabupaten Bireuen.
3.      Bagi masyarakat, hasil magang ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan dalam mengembangkan usaha pembibitan kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabuoaten Bireuen.






BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1.      Waktu dan Tempat
Magang ini dilakukan di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Waktu yang di butuhkan dalam Pelaksanaan kegiatan magang ini dimulai tanggal 11 Agustus sampai dengan 13  Oktober 2015.

2.2.      Lokasi / Letak Geografis
Pelaksanaan kegiatan praktek magang mengenai kajian Manajemen Usaha Pembibitan Kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Luas lahan lokasi magang 1.300 m2 . Distric Cocoa Clinic (DCC) mulai didirikan pada tanggal 13 November 2011,  saat ini Distric Cocoa Clinic (DCC) telah terkenal dengan komoditi bibit kakao yang sangat berkualitas tinggi.
          Desa Juli Mee Teungoh merupakan daerah dataran rendah. Desa Juli Mee Teungoh berjarak 5 km dari Ibu Kota KabupatenBerdasarkan data monografi Desa Juli Mee Teungoh memilki luas areal sebanyak 412 Ha.
Adapun batas wilayah Desa Juli Mee Teungoh adalah sebagai berikut:
Table 1 : Batas wilayah Desa Juli Mee Teungoh
No
Batas Wilayah
Desa
1
                          Sebelah Utara
Meunasah Lampoh
2
Sebelah Selatan
Pante Baro
3
Sebelah Barat
Praden
4
Sebelah Timur
Blang Ketumba
Sumber: Pada tempat penelitian setelah diolah,2015
                                              
2.3.      Keadaan Tanah
Berdasarkan data monografi Desa Juli Mee Teungoh didapat hasil bahwa lahan tempat magang di Distric Cocoa Clinic (DCC) memiliki struktur tanah lempung berpasir dengan tingkat kesuburan sangat baik, dengan PH tanah netral dengan rate 6.


2.4.      Iklim
Iklim merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Iklim  sangat  berpegaruh terhadap   tanaman, berdasarkan   data di    BP3K  (Balai Penyuluhan Pertanian Perkebunan dan Kehutanan) Juli Kabupaten Bireuen Desa Juli Mee Teungoh beriklim tropis. Iklim tropis sangat dipegaruhi oleh 2 musim yang berbeda yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada awal musim hujan dan musim kemarau disebut dengan bulan lembab. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
Table 2: Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Desa Juli Mee Teungoh
              Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.
No
Tahun
2012
2013
2014
Bulan
Jumlah
MM
Jumlah Hari
Hujan
Jumlah MM
Jumlah Hari
Hujan
Jumlah
MM
Jumlah Hari
 hujan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1
Januari
124
6
123
5
153
5
2
Februari
36
4
65
2
12
1
3
Maret
142
8
353
7
-
-
4
April
133
4
25
1
14
2
5
Mei
17
2
133
4
3
1
6
Juni
249
5
42
2
19
2
7
Juli
89
5
65
3
56
2
8
Agustus
82
3
153
7
-
-
9
September
170
4
99
2
-
-
10
Oktober
83
6
-
-
-
-
11
November
240
10
201
7
-
-
12
Desember
-
-
-
-
-
-
Sumber : BPP Juli 2015



2.5.      Struktur Organisasi Pada Distric Cocoa Clinic (DCC)
Organisasi merupakan suatu wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan bersama, agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Pada Distric Cocoa Clinic terdapat 4 divisi yaitu divisi pembibitan, divisi produksi, divisi pemasaran, divisi pelatihan. Adapun struktur organisasi Distric Cocoa Clinic dapat dilihat pada gambar berikut.
Bagan struktur organisasi pada Distric Cocoa Clinic dapat di lihat pada gambar 1 dibawah ini.
STRUKTUR PENGURUS DISTRIC COCOA CLINIC
KABUPATEN BIREUEN


                                                                                                  





BAB III
PELAKSANAAN MAGANG

3.1.      Bentuk Kegiatan Magang
Dalam kegiatan magang yang di tempatkan di Distric Cocoa Clinic Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen adalah praktik pembibitan kakao mulai dari proses pembibitan sampai proses pemasaran yang dilaksanakan dilahan Distric Cocoa Clinic dan melakukan penelitian tentang analisa usaha pembibitan kakao.
Selain itu ikut berpartisipasi dalam proses kerja dan seluruh kegiatan yang ada di Distric Cocoa Clinic (DCC). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penelitian lapangan, sedangakan data sekunder diperoleh dari wawancara dengan pembimbing lapangan.
3.2.      Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja yang dipakai dalam manajemen usaha pembibitan kakao adalah sebagai berikut:
1.      Pemilihan lokasi
Lokasi sangat berperan dalam menentukan keberhasilan sebuah usaha pembibitan diantaranya:
-          Permukaan tanah rata
-          Dekat dengan jalan untuk memudahkan pengangkutan
-          Saluran air yang baik agar tidak terjadinya banjir dan gengan air
-          Dekat dengan sumber air
-          Sebaiknya berdekatan dengan lokasi penanaman
-          Sebaiknya berjarak >100 m dari sumber penyakit mati pucuk (VSD)
-          Bersihkan daerah pembibitan dari semut gulma
2.      Rumah pembibitan
Rumah pembibitan dibuat untuk menghasilkan bibit yang sehat dengan menggunakan bahan standar yang dapat bertahan minimal 5 tahun penggunaanya.
Kerangka dan naungan pembibitan
-          Bahan naungan yang sesuai untuk rumah pembibitan hendaklah member naungan antara 60 -70 % dari cahaya matahari.
-          Menggunakan plastic UV (Ultaviolet) adalah dianjurkan dalam pembibitan untuk sambung pucuk. Plastic UV berguna untuk menahan sinar matahari sampai 30 % dan dapat melindungi bibit dari serangan penyakit VSD serta kelebihan air pada musim penghujan.
-          Naungan buatan seperti menggunakan daun kelapa boleh digunakan, akan tetapi mempunyai beberapa kekurangan diantaranya pada musim penghujan banyak bibit yang akan mati karena terendam air hujan dan mudah diserang penyakit akibat tanah yang lembab.
-          Ukuran tempat pembibitan adalah tergantung pada keperluan bibit dengan ketinggian kerangka 2-3 m.
3.      Anggaran Pembibitan
Anggaran sebuah rumah pembibitan tergantung seberapa besar kapasitas bibit yang akan direncanakan dan kelas kayu yang nantinya digunakan.
4.      Persiapan Media Tanam
-          Pengolahan tanah
Tanah yang digunakan sebaiknya tanah lapisan atas yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan tanah yang halus, bersih dari sampah dan benda asing lainnya, jika perlu tanah boleh diayak.
-          Pengisian polybag
Pengisian polybag dilakukan 2 minggu sebelum persemaian benih,dapat di isi 2-3 cm dari permukaan atas polybag dan kedua sudut bawah polybag dilipat kedalam agar membentuk segiempat ini bertujuan agar polybag tidak mudah rebah. Ukuran polybag yang digunakan 20x25 cm.
-          Pengaturan polybag
Polybag diatur 4 baris tiap jalur dengan jarak 7 cm antar polybag dan jarak jalur 60 cm yang bertujuan untuk memudahkan penyambungan dan adanya sirkulasi udara.
-          Pemupukan
Pemupukan selalu dibarengi dengan penyiraman setiap hari selama 14 hari yang bertujuan untuk melarutkan pupuk. Pemupukan dapat dibagi kedalam 3 tahap pertumbuhan bibit, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3 : Pemupukan bibit kakao
Kondisi bibit
Umur (bln)
Gr/pohon
Pupuk
Awal

15-30
Sp 36
Pra sambung
2-3
5
NPK
Pasca sambung
1-2
5
NPK
Sambung
2-3
5-10
NPK
Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015.
5.      Pembenihan
-          Pembenihan benih
             Pilih biji yang besar, biji yang bersal dari kakao unggul yang terpilih, buah dan batang yang dianjurkan. Ambil biji bagian tengah atau biji yang besar dan sehat, sisakan bagian ujung dan pangkalnya 3-4 bji.
-          Pencucian biji
             Proses pembeersihan lender dapat dilakukan dengan menggunakan jaring, serbuk gergaji, abu gosok, sekam, pasir halus dan lain – lain. Kemudian biji direndam dengan larutan fungisida 1gr/liter air selama 15 menit.
-          Perkecambahan
             Setelah biji direndam dengan larutan fungisida 1gr/liter air selama 15 menit, kemudian biji diatur diatas karung goni atau kantung plastik yang dilembabkan dengan air dan diletakkan pada tempat yang teduh, sejuk dan aman. Biji kakao akan berkecambah <24 jam.
-          Penanaman bibit
        Biji yang telah berkecambah ditanam mengarah kebawah dan dibenamkan setengah kemudian tanah disekelilingnya, maka kotiledon akan terbelah antara 10-15 hari kemudian.
6.      Pemeliharaan
-          Penyiraman
             Lakukan penyiraman setiap pagi hari sebanyak 0,5-1 liter/polybag. Hentikan penyiraman 1 atau 2 hari sebelum penyambungan dilakukan penyiraman dilanjutkan 2 hingga 3 hari setelah penyambungan dengan volume yang lebih sedikit sampai sungkup dibuka. Selanjutnya lakukan penyiraman seperti sebelum penyambungan.
-          Pembersihan gulma
             Gulma dibersihkan secara manual (dengan menggunakan tangan), hindari pembersihan gulma dengan menggunakan herbisida karenadapat mengganggu perkembangan bibit.
-          Pengawalan hama dan penyakit
             Penting dilakukan untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Adapun hama dan penyakit yang biasa menyerang bibit antara lain:
Tabel 4: Hama dan penyakit pada bibit kakao
No
OPT
Gejala serangan
Pengendalian
1.
Belalang
Daun habis
Insektisida kontak
2.
Adoretus
Daun berlubang dan menyisakan tulang daun
Insektisida sistemik
3.
Ulat jengkal
Daun berlubang dan menyisakan tulang daun
Insektisida sistemik
4.
Semut
Kotiledon habis
Insektisida sistemik
5.
Kutu putih
Pucuk tidak normal
Insektisida sistemik
6.
Kutu daun
Daun muda keriting
Insektisida sistemik
7.
Ulat bulu
Lapisan atas daun terkelupas
Insektisida sistemik
8.
Ulat daun
Daun berlubang
Insektisida sistemik
9.
Phytophthora
Daun dan batang bibit berwarna hitam
Fungisida sistemik
10.
Busuk akar
Layu hingga mati
Fungisida, akarisida
11.
Antraknosa
Tape daun mengering
Fungisida
 Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015.



7.      Penyambungan
-          Alat dan bahan
o   Pisau okulasi
o   Gunting tangan
o   Batu asah
o   Nesco film
o   Plastic sungkup
o   Tali raffia
o   Mata tunas
-          Tempel mata tunas (patch budding)
o   Pengambilan mata tunas
            Mata tunas diambil dari cabang kipas berwarna hijau kecoklatan yang memiliki mata bagong siap tumbuh.
o   Penyambungan
            Bibit siap disambung ketika berumur 1-2 bulan, mata tunas terpilih diambil dengan menoreh segiempat 1-2 cm pada mata tunas yang akan ditempelkan, toreh batang bibit sebagai tapak tempelan dengan ukuran yang sama dibagian bawah kotiledon kemudian masukkan mata tunas kedalam tempelan kemudian potong sebagian kulit batang pokok setelah itu balut dengan nesco film dari bawah keatas.
-          Sambung pucuk (top budding)
o   Pengambilan mata tunas
            Mata tunas dari cabang kipas yang berwarna coklat kehijauan, upayakan mata tunas yang diambil kemudian dipasang pada hari yang sama.
o   Penyambungan
             Penyambungan dilakukan pada usia bibit >2 bulan, sisakan 3-5 daun pada bibit yang akan disambung, entres diambil dengan membuat potongan sepanjang 10 cm dan memiliki 2-3 mata tunas, iris entres pada bagian potongan kedua sisinya 2-3 cm, belah batang bawah yang akan disambung sepanjang 2-3 cm, masukkan entres kedalam belahan batang bawah, ikat dengan nesco film atau dapat digantikan dengan tali raffia kemudian sungkup dengan menggunakan plastic sungkup.
8.      Pemasaran
              Pemasaran bibit kakao kepada petani, penangkar dan pengusaha yang dilakukan oleh Distric Cocoa Clinic (DCC) yang tersebar diwilayah Kabupaten Bireuen dengan harga berkisar Rp 7.000/bibit kakao.

3.3.      Metode Pengumpulan Data
Banyak metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam sebuah penelitian. Metode pengumpulan data pada prinsipnya berfungsi untuk mengungkapkan variabel yang akan diteliti. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a)      Wawancara
Metode wawancara ini bertujuan untuk memperoleh data terkait dengan variabel magang yaitu Manajemen Usaha Pembibitan Kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.
b)      Observasi
Metode pengumpulan data sekunder dengan cara mengamati secara langsung tentang kegiatan yang berkaitan dengan tujuan magang.
c)      Dokumentasi
Dokumentasi di lakukan sebagai bahan tambah dalam menyusun laporan atau kesesuian data yang penulis tulis dengan pelaksanaan sebenarya di lapangan pada saat melakukam observasi dan wawacara dengan petani dan penyuluh pertanian.
3.4.      Metode Analisa Data           
a)      Biaya
Total biaya merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel yang harus dikeluarkan dari usaha pembibitan kakao.
Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :
TC       = TFC + TVC
Keterangan :
TC       = Total biaya dari usaha pembibitan kakao
TFC     = Total biaya tetap dari usaha pembibitan kakao
TVC    = Total biaya variabel dari usaha pembibitan kakao

b)     Penerimaan
Total penerimaan merupakan nilai uang dari total produk atau hasil perkaliaan antara total produk atau hasil perkalian antara total tanaman kakao (Q) dan harga tanaman jambu madu  (PQ) Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:
TR       = Q x PQ
Keterangan :
TR       = Total penerimaan dari usaha pembibitan kakao
Q         = Total produk yang terjual dari usaha pembibitan kakao
PQ       = Harga produk dari usaha pembuatan budidaya pembibitan kakao

c)      Keuntungan
Keuntungan merupakan pengurangan penerimaan total dengan biaya total dari usaha pembibitan kakao. Secara sistematis  dapat ditulis sebagai berikut :
            π          = TR – TC
                        = Q . PQ – ( FC + VC )
Keterangan :
π          = Keuntungan usaha dari usaha pembibitan kakao
T          = Total penerimaan dari usaha pembibitan kakao
TC       = Total biaya dari usaha pembibitan kakao
Q         = Total produk yang terjual dari usaha pembibitan kakao
PQ       = Harga produk dari usaha pembibitan kakao
FC       = Biaya tetap dari usaha pembibitan kakao
VC      = Biaya variabel dari usaha pembibitan kakao

d)     Bep (Break Event Point)
Bep adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya – biaya yang timbul untuk mendapatkan keuntungan. 

Bep Harga           (Rp)


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1.      Analisa Biaya
            Sebelum menganalisa kelayakan usaha pembibitan tanaman kakao, biaya dalam usaha yang bersangkutan harus teranalisis terlebih dahulu. Biaya itu sendiri dari berbagai biaya tergantung kebutuhan dari usaha yang bersangkutan, terutama yang menyangkut tentang proses produksi.
           
4.1.1.   Biaya Tetap Usaha Pembibitan Kakao
            Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap pada kisaran volume kegiatan tertentu, yang terdiri dari beberapa faktor tergantung jenis kegiatan usaha lainnya, yang juga berlaku pada usaha pembibitan kakao yang menjadi objek pada penelitian ini.
            Faktor-faktor yang menjadi biaya tetap pada masing-masing usaha antara lain biaya penyusutan investasi, biaya peralatan, biaya penyusutan peralatan, dan biaya lainnya. Biaya peralatan pada usaha pembibitan kakao di Distric Cocoa Clinic dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Biaya Peralatan Usaha Pembitan Kakao Distric Cocoa Clini (DCC)
No.
Uraian
Jumlah
Harga
(Rp)
Nilai
(Rp)
Umur
Ekonomis
PenyusutanPeralatan
1.
Gerobak sorong
2 (unit)
400.000
800.000
3 thn
    120.000
2.
Cangkul
2 (unit)
85.000
170.000
3 thn
  25.500
3.
gunting tangan
1 (Unit)
50.000
50.000
3 thn
   15.000
 4.
Pisau okulasi
1 (Unit)
65.000
65.000
3 thn
    19.500
 5.
Skrup
2 (unit)
150.000
300.000
3 thn
    45.000
 6.
Selang
20 m
10.000
200.000
3 thn
      3.000
Total                                                                         1.585.000                                228.000                      
Sumber : Data Primer (diolah), tahun 2015.

            Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa peralatan produksi Usaha Pembibitan Kakao membutuhkan biaya tetap untuk peralatan produksi sebanyak Rp 1.585.000 dengan biaya penyusutan sebanyak Rp 228.000 per bulan.

             
4.1.2.   Biaya Variabel Usaha Pembibitan Kakao
            Biaya variabel adalah biaya jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, dimana sama seperti biaya tetap setiap usaha memiliki biaya variabel yang berbeda-beda. Faktor-faktor biaya yang menjadi biaya variabel antara lain bahan baku, biaya bahan bakar, dan biaya tenaga kerja.    Adapun faktor-faktor biaya yang menjadi biaya variabel pada Usaha Pembibitan Kakao jelas terlihat pada uraian tabel di bawah ini.

Tabel 6. Biaya variable Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic (DCC)  
NO
URAIAN
JUMLAH
HARGA (Rp)
NILAI (Rp)
 A.
MATERIAL BANGUNAN



 1
Tiang 10x10 cm




·         Tiang ukuran 3m
4 btg
12.000
48.000

·         Tiang ukuran 2m
8 btg
8.000
64.000
 2
Balok 5x10 cm




·         Balok ukuran 5 m
6 btg
20.000
120.000

·         Balok ukuran 4 m
3 btg
15.000
45.000
 3
Balok 5x7 cm




·         Balok ukuran 4x75 cm
30 btg
10.000
300.000

·         Balok ukuran 4,2 m
24 btg
9.000
216.00
 4
Balok apit 2x3 cm




·         Paku
2 kg
20.000
40.000

·         Baut
20 btg
5.000
100.000

·         Waring net
30 meter
5.000
150.000

·         Plastik UV
28 meter
24.000
672.000




1.755.000
B.
BAHAN BAKU



1.
Tanah
2 truck
100.000
200.000
2.
Sekam padi
10 kg
10.000
100.000
3.
Pupuk




·         Sp36
30 kg
3.000
90.000

·         Npk
50 kg
12.000
600.000
4.
Obat – obatan




·         Fungisida
0,30 liter
95.000
28.500

·         Insektisida
0,30 liter
160.000
48.000

·         Pupuk cair
1 kg
50.000
50.000
5.
Tali Raffia
0,10 kg
18.000
1.800
6.
Polybag
1000 lmbr
100
100.000
7.
Nesco Filter
0,10 rol
500.000
50.00
8.
Plastic sungkup
5 buah
2.500
12.500
9.
Mata tunas
1.100 stek mata tunas
250
275.000
10.
Karung perkecambahan
2 lembar
2.000
4.000




1.559.800
C.
BURUH DAN UPAH



1.
Pembersihan lahan
2 Hok
50.000
100.000
2.
Pembuatan bangunan
12 Hok
50.000
600.000
3.
Pengisian polybag
1000 lmbr
100
100.000
4.
Penyusunan polibag
1 Hok
30.000
30.000
5.
Penyiangan
2 Hok
30.000
60.000
6.
Penyiraman
1000 plbg
5
450.000
7.
Penyambungan
1000 btg
500
500.000
8.
Seleksi (Cooling)
2 Hok
30.000
60.000
9.
Naungan dan daun kelapa
1 Hok
30.000
30.000




1.930.000
D.
INSTALASI AIR DAN LISTRIK



1.
Pipa pvc ¾
3 btg
25.000
75.000
2.
Sambungan pipa
20 buah
2.000
40.000
3.
Isolasi
1 buah
3.000
3.000
4.
Lem pipa
2 buah
8.000
8.000
5.
Kran
2 buah
15.000
30.000
6.
Dynamo air 250 watt
1 buah
500.000
500.000




656.000

Total


5.900.800
Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015.
            Berdasarkan tabel 6 diatas terlihat bahwa biaya variable yang digunakan untuk proses satu kali proses produksi memerlukan biaya sebanyak Rp.5.900.800,-. Faktor biaya lainnya yang juga termasuk dalam biaya variabel adalah biaya non produksi, yang secara jelas dapat terlihat pada tabel 7.
Tabel 7. Biaya Non Produksi Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic
No.
Uraian
Biaya Bulanan
Biaya Tahunan
1.
Biaya perawatan
300.000
3.600.000
2.
Listrik
200.000
2.400.000
3.
Komunikasi
  50.000
   600.000
4.
Konsumsi harian
  90.000
       1.080.000
       Total biaya non produksi(Rp)                   640.000                   7.680.000
Sumber : Data Primer (diolah), tahun 2015.
            Berdasarkan tabel 7 diatas ada tiga faktor biaya yang termasuk kedalam biaya non produksi, antara lain biaya perawatan, listrik, konsumsi harian, dan biaya lainnya. Biaya pemasaran tidak termasuk dikarenakan dalam pemasaran tanaman jambu konsumen datang sendiri ke tempat budidayanya.
            Faktor biaya non produksi usaha budidaya tanaman jambu madu yang masuk dalam biaya variabel antara lain biaya perawatan, biaya listrik, yang dikeluarkan setiap bulan, serta biaya konsumsi harian bagi tenaga kerja.

4.1.3.   Total Biaya Usaha Pembibitan Kakao       
            Total biaya dari suatu usaha merupakan jumlah keseluruhan biaya, yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Tiap usaha memiliki biaya yang berbeda-beda, dimana besarnya total biaya suatu usaha ditentukan oleh besarnya biaya tetap dan biaya variabel usaha yang bersangkutan. Adapun total biaya dari usaha pembibitan kakao tersebut dapat terlihat pada tabel 8 berikut.


Tabel 8.  Total Biaya Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic
No.
Uraian Biaya Tetap
Jumlah per produksi(Rp)
1.
Biaya Penyusutan Peralatan
228.000
Total Biaya Tetap                                                                                       228.000
No.
Uraian Biaya Variabel
Jumlah per produksi
1.
Material Bangunan
1.755.000
2.
Bahan Baku
1.559.000
3.
Buruh Dan Upah
1.930.000
4.
Instalasi Air dan Listrik
656.000
 5.
Biaya Lain-lain
-          Biaya perawatan
300.000
-          Listrik
200.000
-          Komunikasi
50.000
- Konsumsi Harian
90.000
Total Biaya Variabel ( VC)                                                           13.580.800
Total Biaya ( TC) =  FC+VC                                                       13.808.800
Bunga Modal = TC x 1 / 100                                                            138.088
Sumber : Data Primer ( diolah ) Tahun 2015
            Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa Total Biaya Keseluruhan dalam Usaha pembibitan kakao Rp 13.808.800 per produksi, dengan Total Biaya Tetap adalah Rp228.000 dan Total Biaya Variabel sebesar Rp 13.580.800 per produksi dan Bunga Modal sebesar  Rp 138.088 perproduksi. Untuk mendapatkan total biaya usaha pembibitan kakao dapat dirumuskan sebagai berikut: 
TC       = TFC + TVC
= 228.000 + 13.580.800
                        = 13.808.800

4.2.        Volume Penjualan dan Harga Jual Bibit Kakao Distric Cocoa Clinic
              Volume Penjualan bibit kakao dapat terlihat secara rinci pada tabel 9 dibawah ini.
Tabel 9. Jumlah produksi dan Jumlah nilai produksi Usaha Pembibitan Kakao
No
Ukuran
Jumlah Produksi
Harga Satuan(Rp)
Jumlah/produksi
1.
Sedang
1000
7.000/unit
7.000.000
          Total                           1000                                                                7.000.000        
Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015

            Berdasarkan Tabel 9 terdapat satu jenis ukuran yaitu ukuran sedang dengan harga jual Rp 7.000,- per unit dengan total jumlah nilai produksi Rp 7.000.000,- per produksi. Untuk mendapatkan total penerimaan dari usaha pembibitan kakao dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR         = Q x PQ
              =   1000 x Rp 7.000/bibit
              = Rp 7.000.000


4.3.      Analisa Keuntungan
            Keuntungan merupakan selisih antara nilai hasil produksi dengan total biaya produksi dari usaha budidaya tanaman jambu madu. Untuk melihat perbandingan keuntungan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya hasil produksi dan didukung oleh tingkat harga jual produk itu sendiri. Keuntungan yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10. Keuntungan per produksi Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic  
 No.
Uraian
Satuan
Produksi Bibit Kakao Per Produksi
1.
Nilai Hasil Produksi
Rp
7.000.000        
2.
Total Biaya Produksi
Rp
13.808.800
3.
Keuntungan
Rp
-6.808.800
Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015

          Berdasarkan tabel 10 diatas dapat di lihat bahwa keuntungan yang diperoleh dari nilai hasil produksi yang telah dikurangi dengan biaya produksi pada Usaha pembibitan kakao adalah sebesar Rp – 6.808.800,- per produksi. Untuk mendapakan total hasil keuntungandari usaha pembibitan kakao dapat dirumuskan sebagai berikut:
     Π      =  TR – TC
              =   Rp 7.000.000  - Rp 13.808.800
              =  Rp -6.808.800

4.4.      BEP Produksi bibit kakao
Bep Harga           (Rp)
Bep bibit kakao (Rp)  
                                     = 1.972
Dengan harga jual Rp. 7.000/bibit usaha pembibitan kakao tidak akan mengalami kerugian, walaupun keuntungan pada saat harga  Rp. 1.972


BAB V
PENUTUP
5.1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :           
1.      Total biaya yang di keluarkan untuk membuat usaha pembibitan kakao di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Biereun adalah sebesar Rp 13.808.800,- per produksi.
2.    Nilai hasil produksi Usaha Pembibitan kakao di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen adalah Rp 7.000.000,- per produksi.
3.    Usaha Pembibitan Kakao sangat menguntungkan apabila ditekuni dengan baik dan melakukan pembibitan dengan perbanyakan bibit secara vegetatif akan tetapi pada awal usaha pembibitan kakao akan mengalami kerugian dikarenaka modal awal yang dikeluarkan besar.

5.2.       Saran
1.      Usaha budidaya pembibitan tanaman kakao di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen disarankan untuk meningkatkan promosi bibit kakao yang telah dilakukan sambung pucuk sehingga banyak masyarakat mengetahui bibit tanaman kakao yang telah disambung pucuk.
2.      Peningkatan kualitas ketenagakerjaan sangat diperlukan dalam sebuah lembaga maka sebaiknya dilakukan pelatihan SDM terhadap tenaga kerja.





DAFTAR PUSTAKA

Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1998, Metodologi Penelitian survey, LP3ES, Jakarta.

Mangoensoekerjo dan Hariono,2005. Manajemen Agribisnis kakao, cetak kedua. Gajah Mada University Press,Yogjakarta.

Rohman, Saepul. 2009. Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao.
Willy, Bryan. 2010. Standar Pembibitan.






0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home