APLIKASI PUPUK HIJAU DAUN KELOR DAN PUPUK KANDANG
AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN HASIL TANAMAN CABAI MERAH
(Capsicum
annuum L.)
HENDRA SAPUTRA
PROGAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ALMUSLIM
MATANGGLUMPANGDUA – BIREUEN
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Tanaman cabai (Capsicum annum L)
berasal dari dunia tropika dan subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia,
Amerika Selatan, dan terus menyebar ke Amerika Latin. Bukti budidaya cabai
pertama kali ditemukan dalam tapak galian sejarah Peru dan sisaan biji yang
telah berumur lebih dari 5000 tahun SM didalam gua di Tehuacan, Meksiko.
Penyebaran cabai keseluruh dunia termasuk negara-negara di Asia, seperti
Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Dermawan, 2010). Cabai
merah Capsicum annuum L.merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup penting
di Indonesia, baik sebagai komoditas yang dikonsumsi di dalam negeri maupun
sebagai komoditas ekspor. Sebagai sayuran, cabai merah selain memiliki nilai
gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai ekonomi tinggi (Harpenas, 2010).
Menurut Syukur et al, (2010). Produksi cabai di Indonesia masih rendah dengan
rata-rata nasional hanya mencapai 5,5 ton/ha, sedangkan potensi cabai nasional
dapat mencapai 22 ton/ha. Setiap tahunnya Indonesia harus mengimpor sekitar
22.737 ton untuk memenuhi kebutuhan cabai nasional.
Berdasarkan hal itu, maka usaha
peningkatan produksi cabai dapat dilakukan dengan cara perbaikan teknik
budidaya yang meliputi pemupukan dengan pupuk organik dan penggunaan varietas
cabai yang digunakan. Sekarang ini banyak pupuk yang beredar di pasaran dan
memberikan hasil yang cukup baik. Akan tetapi, pupuk yang beredar adalah pupuk
anorganik yang biasa kita kenal sebagai pupuk kimia. Pemakaian pupuk seperti
ini dalam jangka waktu yang lama bukan memberikan hasil yang positif, melainkan
hasil yang negatif karena pupuk kimia dapat merusak ekosistem. Untuk itu
diperlukan sesuatu zat yang bukan hanya menyehatkan, tetapi juga ramah terhadap
lingkungan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal itu
adalah pemberian pupuk organik. Beberapa pupuk organik yang dapat digunakan, di
antaranya pupuk hijau daun kelor dan pupuk kandang ayam. Kedua pupuk ini mengandung
unsur hara baik makro dan mikro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman cabai merah
(Erida Nurahmi et al, 2011).
Pupuk
hijau merupakan salah satu sumber bahan organik yang berasal dari bahan tanaman
kelor yang belum terdekomposisi. Umumnya daun tanaman kelor yang digunakan
sebagai pupuk hijau mempunyai kandungan N yang tinggi sekitar 3,01%, bahan Kering 22,1%, protein Kasar 23,5
%, kalsium (Ca) 1,35 %, fosfor (P) 0,07 %, kalium (K) 2,12 % (Havlin et
al, 2002).
Pengaplikasian
pupuk hijau daun kelor ada dua cara yaitu dengan membenamkan dan dipakai
sebagai mulsa. Aplikasi dengan pembenaman lebih efektif daripada dengan cara
dimulsakan, karena dapat mengurangi terjadinya evaporasi pada bahan organik.
Pembenaman pupuk hijau yang segar lebih baik daripada pembenaman pupuk hijau
yang dicabut beberapa hari sebelum waktunya dibenamkan. Bahan organik segar
apabila dibenamkan ke dalam tanah maka bahan organik tersebut akan mengalami
proses dekomposisi (Hairiah, 1996).
Hasil
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Neni Marlina (2010), yang meneliti
pemanfaatan jenis pupuk kandang ayam pada cabai merah mendapatkan hasil bahwa
pemanfaatan jenis pupuk kandang ayam berpengaruh terhadap produksi tanaman
cabai merah. Perlakuan pupuk kandang ayam memberikan hasil yang lebih baik
terhadap produksi tanaman cabai merah dibandingkan jenis pupuk kandang kotoran
kambing dan sapi. Pemberian bahan organik juga berperan dalam memperbaiki sifat
kimia tanah.
Pupuk
kandang ayam ialah pupuk organik yang berasal dari kotoran ayam yang mampu
memperbaiki sifat fisik, kimia dan bilogi tanah. Selain dapat memperbaiki sifat
tanah, pupuk kandang juga mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro yang
dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Syekhfani (2000) pupuk kandang ayam berfungsi
untuk meningkatkan daya menahan air, aktivitas mikrobiologi tanah, nilai kapasitas
tukar kation dan memperbaiki struktur tanah dan pupuk kandang ayam juga
mengandung N 1,62% dan P 1,82 % . Oleh
karena itu, penggabungan penggunaan pupuk kandang dan pupuk hijau perlu
dilakukan untuk mendapatkan hasil produktifitas tanaman cabai merah yang lebih baik.
Berdasarkan
latar belakang inilah saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pengaruh pupuk hijau daun kelor dan pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
merah di wilayah Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen.
1.2. Perumusan
Masalah
Bagaimana
aplikasi pupuk hijau daun kelor
dan pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
latar belakang penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi pupuk hijau daun kelor dan
pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman cabai merah.
1.4. Hipotesis
Pemberian pupuk hijau daun kelor dan pupuk kandang ayam berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
merah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi Tanaman
cabai merah (Capsicum annum L.)
Menurut
(Harpenas, 2010), taksonomi tanaman cabai merah secara umum diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas :
Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum
L
2.2. Morfologi tanaman cabai merah
2.2.1. Akar
Menurut (Harpenas, 2010), cabai adalah
tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran
tanaman cabai agak menyebar, panjangnya berkisar 25 - 35 cm. Akar ini berfungsi
antara lain menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan
berdirinya batang tanaman. Sedangkan menurut (Tjahjadi,1991) akar tanaman cabai
tumbuh tegak lurus ke dalam tanah, berfungsi sebagai penegak pohon yang
memiliki kedalaman ± 200 cm serta berwarna coklat. Dari akar tunggang tumbuh
akar-akar cabang, akar cabang tumbuh horisontal didalam tanah, dari akar cabang
tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil-kecil dan membentuk masa yang rapat.
2.2.2. Batang
Batang utama cabai menurut (Hewindati,
2006) tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20 - 28 cm dengan diameter 1,5
- 2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5 - 7 cm,
diameter batang percabangan mencapai 0,5 - 1 cm. Percabangan bersifat dikotomi
atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan. Sedangkan
menurut (Tjahjadi,1991) batang cabai
memiliki Batang berkayu, berbuku - buku, percabangan lebar, penampang bersegi, batang muda berambut halus berwarna
hijau, tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya bulat. Tanaman cabai dapat
tumbuh setinggi 50 - 150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna batangnya hijau
dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku - buku yang panjang tiap ruas 5 - 10
cm dengan diameter data 5 - 2 cm.
2.2.3. Daun
Daun cabai menurut (Dermawan, 2010)
berbentuk hati , lonjong, atau agak bulat telur dengan posisi berselang-seling.
Sedangkan menurut (Hewindati, 2006), daun cabai berbentuk memanjang oval dengan
ujung meruncing atau diistilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk
menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas berwarna hijau
tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau terang.
Panjang daun berkisar 9 - 15 cm dengan lebar 3,5 - 5 cm. Selain itu daun cabai
merupakan Daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5 - 2,5 cm), letak tersebar.
Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujung runcing, pangkal
meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5 - 12 cm, lebar 1- 5 cm,
berwarna hijau.
2.2.4. Bunga
Menurut (Hendiwati, 2006), bunga
tanaman cabai berbentuk terompet kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih,
tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna dengan benang sari
yang lepas tidak berlekatan. Disebut berbunga sempurna karena terdiri atas
tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan
alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite
karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga. Bunga cabai merupakan
bunga tunggal, berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari ketiak daun. (Tjahjadi,
2010), menyebutkan bahwa posisi bunga cabai menggantung. Warna mahkota putih,
memiliki kuping sebanyak 5 - 6 helai, panjangnya 1-1,5 cm, lebar 0,5 cm, warna
kepala putik kuning.
2.2.5. Buah
dan Biji
Buah cabai menurut (Anonim, 2010),
buahnya buah buni berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing
pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1- 2 cm,
panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau
tua, setelah masak menjadi merah cerah. Sedangkan untuk bijinya biji yang masih
muda berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih, berdiameter
sekitar 4 mm. Rasa buahnya yang pedas dapat mengeluarkan air mata orang yang
menciumnya, tetapi orang tetap membutuhkannya untuk menambah nafsu makan.
2.3. Syarat
Tumbuh Tanaman Cabai Merah
2.3.1. Iklim
Suhu berpengaruh
pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap tanaman cabai. Suhu yang ideal
untuk budidaya cabai adalah 24 – 28 °C. Pada suhu tertentu seperti 15 °C dan
lebih dari 32 °C akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan
akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya terlalu dingin. (Tjahjadi,
1991), mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada musim kemarau apabila
dengan pengairan yang cukup dan teratur. Iklim yang dikehendaki untuk
pertumbuhannya antara lain:
1.
Sinar
Matahari
Penyinaran yang dibutuhkan adalah
penyinaran secara penuh, bila penyinaran
tidak penuh pertumbuhan tanaman
tidak akan normal.
2.
Curah
Hujan
Walaupun tanaman cabai tumbuh baik
di musim kemarau tetapi juga memerlukan
pengairan yang cukup. Adapun curah
hujan yang dikehendaki yaitu 800 - 2000 mm/tahun.
3.
Suhu dan
Kelembaban
Tinggi rendahnya suhu sangat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun
suhu yang cocok untuk pertumbuhannya
adalah siang hari 21 °C – 28 °C,
malam hari 13 °C – 16 °C, untuk
kelembaban tanaman 80%.
4.
Angin
Angin
yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi, angin berfungsi menyediakan gas CO2 yang dibutuhkannya.
2.3.2. Ketinggian
Tempat
Ketinggian tempat untuk penanaman
cabai adalah adalah dibawah 1400 m dpl. Berarti cabai dapat ditanam pada
dataran rendah sampai dataran tinggi (1400 m dpl). Di daerah dataran tinggi
tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi secara maksimal (Harpenas,
2010).
2.3.3. pH
Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum
jika ditanam pada tanah dengan pH 6 – 7, tanah yang gembur, subur, dan banyak
mengandung humus (bahan organik) sangat disukai (Sunaryono dan Rismunandar,
1984). Sedangkan menurut (Tjahjadi, 1991), tanaman cabai dapat tumbuh disegala
macam tanah, akan tetapi tanah yang cocok adalah tanah yang mengandung unsur - unsur
pokok yaitu unsur N dan K, tanaman cabai tidak suka dengan air yang menggenang.
2.4. Pupuk Hijau
Pupuk hijau berfungsi sebagai sumber
dan penyangga unsur hara melalui proses dekomposisi dan peranannya terhadap
penyedia bahan organik tanah dan mikroorganisme tanah. Bahan organik ini
mempunyai peranan penting dalam usaha meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk.
Pemberian pupuk hijau dapat memperbaiki sifat fisika tanah antara lain berat
volume tanah, total ruang pori tanah, pori aerasi tanah dan air tanah tersedia
(Barus dan Suwardjo, 1986 diacu dalam Juarsah, 1999).
Penambahan pupuk hijau berupa daun,
ranting dan sebagainya yang belum melapuk merupakan pelindung tanah dari
kekuatan perusak butir-butir hujan pada permukaan tanah. Pupuk hijau dalam
tanah akan mengalami perombakan dan penguraian, senyawa-senyawa yang dilepaskan
menjadi bentuk-bentuk senyawa tersedia bagi tanaman. Semakin banyak bahan pupuk
hijau diberikan ke tanah, akan meningkatkan kemampuan tanah menyerap dan
meningkatkan kandungan air tanah. Pupuk hijau adalah larutan yang mudah larut
berisi satu atau lebih pembawa unsur
yang dibutuhkan tanaman. Kelebihan dari pupuk hijau yaitu dapat memberikan hara sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Selain itu, pemberiannya
lebih merata dan kepekatannya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pupuk hijau atau pupuk organik berisi
larutan dari hasil pembusukan bahan organik yang berasal dari daun kelor yang
di ekstrak memiliki kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur (Hadisuwito,
2012).
2.5. Pupuk Kandang Ayam
Pemberian pupuk kandang ayam dapat
meningkatkan produksi kedelai telah dilaporkan antara lain oleh Melati (1990)
dan Seviana (2003). Kotoran ayam merupakan sumber hara yang penting karena
mempunyai kandungan nitrogen dan fosfat yang lebih tinggi dibandingkan pupuk
kandang lain seperti yang dilaporkan antara lain oleh Donahue et al. (1977). Akan tetapi, hasil
penelitian Sadikin (2004) menunjukkan bahwa pupuk kandang sapi menyebabkan
pertumbuhan dan produksi nilam lebih tinggi daripada yang mendapatkan pupuk
kandang kambing dan ayam, meskipun kandungan hara dalam pupuk kandang kambing
lebih tinggi daripada pupuk kandang ayam dan sapi. Berbagai hasil penelitian
ini menunjukkan pentingnya untuk mempelajari lebih lanjut penggunaan pupuk
kandang dalam budidaya kedelai panen muda secara organik.
Menurut Bayu (2011), Kotoran ayam ini
mempunyai kadar hara P lebih tinggi dari kotoran hewan yang lain yaitu 1,82 %.
Fosfor yang tinggi ini sangat bermanfaat dalam pembentukan buah. Sedangkan
untuk kotoran kambing mempunyai kadar hara N lebih tinggi dari kotoran hewan yang
lain yaitu 2,43%. Nitrogen yang tinggi ini bisa digunakan dalam menjaga
kesuburan tanah.
Dari hasil penelitian Hanafiah (1989)
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam setelah 8 minggu dapat
memperbaiki sifat kimiawi tanah Latosol Subang. Peningkatan takaran pupuk
kandang diikuti oleh naiknya pH, kadar Ca-dd, C-organik, N total, C/N, dan
H-dd, serta turunnya kadar Aldd dan Fedd yang semuanya bersifat positif
terhadap perbaikan sifat kimiawi tanah.
Penggunaan pupuk kandang dan pupuk
hijau secara bersama-sama mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil pada
tanaman. Untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil pada tanaman tidak dilakukan
dengan peningkatan dosis yang diberikan pada tanaman. Penggunaan pupuk kandang
dengan dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan bakteri pengurai tanah
sangat aktif dan menyebabkan tanah menjadi masam dan pertumbuhan tanaman
menjadi terganggu. Unsur hara yang dimiliki pupuk kandang lebih lengkap
dibandingkan dengan pupuk hijau, namun kandungan masing-masing unsur hara pada pupuk
kandang lebih sedikit dibandingakan dengan pupuk hijau. Pupuk kandang
mengandung N 1,62% sedangkan pupuk hijau mengandung N 3,01%.
Pemberian
pupuk kandang dan pupuk hijau
secara bersamaan mampu melengkapi
kebutuhan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Oleh karena itu, penggabungan penggunaan pupuk kandang dan pupuk hijau perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi
yang baik. Terbukti penambahan pupuk kandang di Andisol mampu meningkatkan pori
memegang air sebesar 4,73 % (dari 69,8 % menjadi 73,1 %) (Tejasuwarna, 1999).
Pada tanah berlempung dengan penambahan bahan organik akan meningkatkan
infiltrasi tanah akibat dari meningkatnya pori meso tanah dan menurunnya pori
mikro.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1. Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini akan dilakukan diatas toko lantai tiga menggunakan polybag berukuran 15 x
35 cm sebagai tempat media tanam yang berlokasi di desa matang glumpang dua
meunasah dayah kecamatan peusangan kabupaten bireuen, pada ketinggian tempat
206 dpl.
3.2. Alat Dan Bahan
Alat
yang digunakan meteran, cangkul, skop, pisau, ember, gembor, alat semprot (hand
spayer), timbangan, alat tulis dan alat-alat yang digunakan dalam penelitian.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelor, kotoran ayam, polybag,
banih cabai merah TM 999 pupuk NPK, pupuk KCL, dan air bersih.
3.3. Metode Penelitian
Rancangan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) faktorial
dengan 3 ulangan. Faktor yang diuji yaitu :
P0 = tanpa pupuk hijau daun kelor dan pupuk
kandang ayam
P1 = pupuk hijau daun kelor 1 kg dan pupuk
kandang ayam 1 kg
P2 = pupuk hijau daun kelor 2 kg dan pupuk
kandang ayam 2 kg
P3 = pupuk hijau daun kelor 3 kg dan pupuk
kandang ayam 3 kg
P4 = pupuk hijau daun kelor 4 kg dan pupuk
kandang ayam 4 kg
3.4. Pelaksanaan Penelitian
1.
Pembuatan
Pupuk Hijau
Pupuk yang digunakan berasal dari daun kelor. Mula–mula
daun ini dipetik, kemudian dipisahkan dari batangnya, dimasukan kedalam ember.
Setiap perlakuan berisi 10 kg daun segar yang telah dicincang, kemudian
dibenamkan kedalam tanah pada bedengan budidaya cabai merah (Jusuf, 2006 ).
2.
Persiapan
dan Perlakuan Benih
Benih cabai yang akan digunakan
yaitu varietas benih cabai yang sudah dilakukan
uji kompatibilitas dan yang bersimbiosis baik yaitu varietas TM 999. Benih cabai di rendam dengan air bersih
selama 12 jam kemudian
dikecambahkan selama 3-4 hari.
3.
Persemaian
Setelah benih berkecambah, benih
akan di pindahkan ke persemaian. Persemaian
dilakukan didalam polibag persemaian
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dengan media Andisol. Selama di persemaian dilakukan perawatan seperti penyiraman dan pengendalian OPT dengan pestisida nabati.
4.
Persiapan
Media Tanam
Media tanam terdiri dari Andisol
yang telah di ayak, tanah sebagai media tanam diperoleh dari Desa Meunasah dayah. Media
tanam dimasukkan kedalam polibag ukuran 15 x 35 (cm).
5.
Penanaman
Penanaman akan dilakukan pada saat
tanaman cabai berumur 23 hari di persemaian.
Sebelum dilakukan penanaman, media di siram air sampai kapasitas lapang. Penanaman akan dilakukan serentak dengan bibit yang seragam secara visual.
6.
Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan
susulan menggunakan NPK Mutiara ¼ dosis yaitu 250 kg/ha atau 2,5 gram/polibag
pada umur 30 hari setelah tanam, pengendalian OPT dengan cara fisis, mekanis dan pestisida nabati, pembuangan wiwilan, pemasangan ajir dan pengikatan.
7.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada saat buah
cabai berwarna merah dimulai pada umur
90 hari setelah penanaman.
Pemanenan dilakukan dengan interval
waktu 5 hari sekali.
3.5. Pengamatan
Adapun faktor-faktor yang akan
diamati dalam penelitian ini meliputi:
1.
Tinggi
Tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan
dengan cara mengukur batang utama tanaman dari atas permukaan media tumbuh
sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak
tanaman berumur 2 s/d dengan 8 minggu setelah tanam
2.
Jumlah
Cabang Utama
Pengamatan dilakukan dengan cara
menghitung jumlah cabang tanaman yang menghasilkan bunga dan buah. Pengamatan
dilakukan saat tanaman berumur 9 minggu setelah tanam atau tanaman telah mulai
barbunga.b
3.
Jumlah Cabang
Produktif
Pengamatan dilakukan dengan cara
menghitung jumlah cabang tanaman yang menghasilkan bunga dan buah. Pengamatan
dilakukan saat tanaman berumur 9 minggu setelah tanam atau tanaman telah mulai
barbunga.
4.
Jumlah
Bunga
Pengamatan dilakukan dengan cara
menghitung jumlah
5.
Umur
Berbunga
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung
umur tanaman dari saat tanam sampai tanaman membentuk bunga pada masing-masing
polybag
6.
Jumlah
Buah (buah)
Pengamatan dilakukan dengan cara
menghitung jumlah buah pada setiap tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada
saat pemanenan.
7.
Panjang Buah (cm)
Jumlah buah cabai merah yang dipanen
di ukur setiap kali pemanenan.
8.
Bobot Buah
(g)
Cabai yang akan di panen ditimbang beratnya selama 8kali panen dengan
interval panen 5 hari sekali.
3.6. Analisis Data
Model matematis dari rancangan yang
digunakan adalah:
Yijk = + Ki + Fj + (KF)ij + Bk +
ijk
Keterangan :
Yijk = Variabel respon karena
pengaruh faktor K taraf ke – i dengan faktor F taraf ke – j ulangan.
= Nilai tengah populasi (rata –
rata sesungguhnya)
Mi = Pengaruh faktor K taraf ke – i
Kj = Pengaruh faktor F taraf ke - j
(MK)ij = Pengaruh interaksi antara
faktor K taraf ke – i dengan fakto F taraf ke – j
Bk = Pengaruh faktor dari kelompok ke
k
ijk = Pengaruh galat
dari satuan percobaan ke F yang memperoleh kombinasi perlakuan ij
DAFTAR PUSTAKA
Barus.s.and Juarsah.1999. Pupuk dan cara pemupukan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Harpenas, Asep dan
R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul, Cabai Besar, Cabai Keriting, Cabai
Rawit dan Paprika. Jakarta: Swadaya.
Syukur, Muhamad.
2013. Cabai Prospek Bisnis dan Teknologi Mancanegara. Bogor: Swadaya
Marlina, Neni.
2010. Pemanfaatan Jenis Pupuk Kandang Pada Cabai Merah
(Capsicum annum).
Jurnal Pemanfaatan Jenis Pupuk Kandang.
Syekhfani.
2000. Arti penting bahan organik bagi kesuburan tanah. Jurnal Penelitian
Pupuk Organik.
Cahyono, B. 2003.
Teknik dan Strategi Budi Daya Sawi Hijau (Pai Tsai). Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
Djarwaningsih,
T.1984. Jenis-jenis Cabai di Indonesia, dalam Penelitian Peningkatan Pendayagunaan Sumber Daya Alam, hlm 232-235.
Hewindati,
Yuni Tri dkk. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.
Sunarjono,
H. 1992. Budidaya Cabai Merah. Penerbit Sinar Baru. Bandung.
Tjahjadi,
Nur. 1991. Bertanam Cabai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Seviana. 2003.
Pengaruh Pemupukan dengan Menggunakan
Kotoran Ayam dan Rock Phosphate
terhadap Pertumbuan dan Produksi Kedelai (Glycine max(L.) Merr.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
41 hal.
Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Grafindo Prasada. Jakarta. 360 hlm.
Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Melati, M. dan W.
Andriyani. 2005. Pengaruh pupuk kandang dan pupuk hijau
Calopogonium
mucunoides terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai
(Glicine max (L.)
Merr) panen muda yang dibudidayakan secara organik. Bul.
Agron. 33(2):8-15.
Donahue, R.L.,
R.W. Miller, J.C. Shickluna. 1977. An Introduction to Soils and Plant Growth,
4th ed. Prentice-Hall, Inc. New Jersey
Tejasuwarno, 1999.
Pengaruh pupuk kandang terhadap hasil wortel dan sifat fisik tanah. Konggres
Nasional VII. HITI. Bandung.
Krisnadi, D. 2012.
Ekstrak Daun Kelor Tingkatkan Hasil Panen. Tersedia http://kelorina.com/daun-kelor-tingkatkan-hasil-panen/..
Lakitan, B. 1996.
Fisiologi Tumbuhan Dan Perkembangan Tanaman. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Liferdi L., R.
Poerwanto., A.D. Susila, K. Idris, dan I.W. Mangku. 2009. Korelasi kadar hara fosfor daun dengan produksi tanaman manggis. J. Hort. 18(3):
283-292
Lingga dan
Marsono.2008.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya. Mahmud, Z. 2006.
Havlin, J.L., J.D.
Beaton, S.L. Tisdale and W.L. Nelson. 2005. Soil Fertility and
Fertilizers. An
Introduction to Nutrient Management. Seventh Edition.
Pearson. Prentice
Hall. New Jersey.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home