BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Kakao (Theobroma cacao L)
merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat
karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat
menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao
berasal dari daerah dataran hujan tropis di Amerika selatan. Didaerah asalnya,
kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan terlindung
pohon – pohon besar (Widya,2008).
Salah satu usaha yang dapat dikelola untuk meningkatkan
kualitas maupun kuantitas produksi adalah dengan memperhatikan aspek dari
budidaya tanaman kakao itu sendiri, diantaranya adalah pengelolaan tanah,
pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit serta pemberian zat
pengatur tumbuh. Yang tidak kalah pentingnya dalam budidaya tanaman kakao
adalah penyediaan bahan tanam dan pembibitan, karena dari pembibitan inilah
akan didapatkan bahan tanam yang layak untuk ditanam dilapangan yang nantinya
akan menghasilkan bibit tanaman kakao yang mampu berproduksi secara maksimal.(Siregar
dkk.2010).
Kakao merupakan salah
satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa
Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia
setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%.
Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat
rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh pengelolaan produk
kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak
difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah
menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar internasional
dikenai potongan sebesar USD 200/ton atau 10-15 % dari harga pasar. Selain itu,
beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan
jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus menyusut (Suryani, 2007). Selain itu
para pedagang (terutama trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji
kakao atau non olahan (Rohman, 2009).
Pembibitan adalah suatu
kegiatan untuk menghasilkan atau memproduksi bibit. Kegiatan yang dilakukan
dalam pembibitan terdiri dari perencanaan pembibitan, pembangunan persemaian,
penyiapan media bibit, perlakuan pendahuluan terhadap benih sebelum disemaikan,
penyemaian benih, penyapihan bibit, pemeliharaan bibit, pengepakan dan
pengangkutan bibit serta administrasi pembibitan (Willy, 2010).
Manajemen dapat diartikan sebagai salah satu ilmu dan seni untuk
mengadakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan
dan bimbingan (directing), pelaksanaan (actuating), serta pengawasan
(controlling) terhadap orang – orang dan barang – barang untuk tujuan tertentu
yang telah ditetapkan (Mangoensoekerjo dan Hariono,2005).
Manajemen pembibitan adalah salah satu bidang manajemen seperti
manajemen prodksi, manajemen pemasaran, manajemen keuangan dan manajemen
perkantoran, manajemen pembibitan (nursery) mengkhususkan diri tentang hal
ihwal yang berhubungan dengan factor memproduksi bibit dari penanganan pre
nursery, enterplanting dan main nursery hingga bibit siap tanam dengan segala
kegiatannya hingga pembibitan tersebut dikatakan berhasil.
Areal pembibitan di Distric Cocoa Clinic (DCC) terdapat di Desa Juli Mee
Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen dengan luas areal pembibitan 54m2
(6m x 9m). Distric Cocoa Clinic merupakan sebuah lembaga yang
mengusahakan perbanyakan bibit kakao secara generatif dan vegetatif.
Seiring perkembangan zaman yang sangat berkembang perbanyakan bibit
tanaman kakao dapat dilakukan secara vegetatif seperti sambung pucuk yang saat
ini sedang dikembangkan di Distric Cocoa Clinic (DCC) dengan pemeliharaan
tanaman kakao yang praktis ,efisien dan efektif sehingga dapat mengahsilkan
bibit tanaman kakao yang bervarietas unggul dan berkualitas.
Berdasarkan data diatas pada Distric Cocoa Clinic (DCC) yang menjadi
alasan penulis memilih judul manajemen usaha pembibitan kakao sebagai bahan
penelitian karena Distric Cocoa Clinic (DCC) merupakan mayoritas budidayanya
adalah komoditi tanaman kakao, maka penulis sangat tertarik untuk menganalisa
lebih lanjut mengenai usaha pembibitan kakao.
1.2.
Ruang Lingkup Magang
Kuliah kerja profesi ini
dilaksanakan di Distric Cocoa Clinic (DCC) yang terletak di Desa Juli Mee
Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Biereun. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada masalah manajemen usaha pembibitan kakao yang berfokus
pada analisa usaha pembibitan kakao. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2015.
1.3.
Tujuan Magang
Sesuai
dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini
dilakukan untuk :
1.
Untuk Mengetahui system manajemen pembibitan kakao di Distric Cocoa
Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.
2.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi
mahasiswa serta pengalaman pada saat melakukan bakti profesi.
3.
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim.
4.
Untuk mengetahui berapa keuntungan usaha pembibitan
kakao di Distric Cocoa
Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.
1.4. Manfaat
Kegiatan
magang yang dilakukan memiliki beberapa manfaat antara lain :
1.
Bagi mahasiswa, sebagai penambah
pengetahuan dan wawasan secara langsung dari lingkungan kerja yang berkaitan dengan kegiatan kerja.
2. Bagi
pemerintah, dapat menjadi sumbangan informasi kepada pemerintah dalam
mengembangkan usaha pembibitan
kakao di
Kabupaten Bireuen.
3. Bagi
masyarakat, hasil magang ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan dalam
mengembangkan usaha
pembibitan kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) di Desa Juli Mee Teungoh
Kecamatan Juli Kabuoaten Bireuen.
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1.
Waktu
dan Tempat
Magang
ini dilakukan di Distric Cocoa
Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Waktu yang di butuhkan dalam Pelaksanaan
kegiatan magang ini dimulai tanggal 11 Agustus sampai dengan 13 Oktober
2015.
2.2.
Lokasi
/ Letak Geografis
Pelaksanaan kegiatan praktek magang mengenai kajian Manajemen Usaha Pembibitan Kakao di Distric Cocoa
Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Luas lahan
lokasi magang 1.300 m2 . Distric Cocoa Clinic (DCC) mulai
didirikan pada tanggal 13
November 2011, saat ini Distric Cocoa Clinic
(DCC) telah terkenal dengan komoditi bibit kakao yang sangat berkualitas
tinggi.
Desa
Juli Mee Teungoh merupakan daerah dataran rendah. Desa Juli Mee Teungoh
berjarak 5 km dari Ibu Kota Kabupaten. Berdasarkan data monografi Desa Juli Mee Teungoh memilki luas areal
sebanyak 412 Ha.
Adapun batas wilayah Desa Juli Mee Teungoh adalah
sebagai berikut:
Table 1 : Batas wilayah Desa Juli Mee Teungoh
No
|
Batas Wilayah
|
Desa
|
1
|
Sebelah Utara
|
Meunasah Lampoh
|
2
|
Sebelah Selatan
|
Pante Baro
|
3
|
Sebelah Barat
|
Praden
|
4
|
Sebelah Timur
|
Blang Ketumba
|
Sumber: Pada tempat penelitian setelah diolah,2015
2.3.
Keadaan Tanah
Berdasarkan data monografi
Desa Juli Mee Teungoh didapat hasil bahwa lahan tempat magang di Distric Cocoa
Clinic (DCC) memiliki struktur tanah lempung berpasir dengan tingkat kesuburan sangat
baik, dengan PH tanah netral dengan rate 6.
2.4. Iklim
Iklim
merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Iklim sangat
berpegaruh terhadap tanaman,
berdasarkan data di BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian Perkebunan dan
Kehutanan) Juli
Kabupaten Bireuen Desa Juli Mee Teungoh beriklim
tropis. Iklim tropis sangat dipegaruhi oleh 2 musim yang berbeda yaitu musim
hujan dan musim
kemarau. Pada awal musim hujan dan musim kemarau disebut dengan
bulan lembab. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
Table 2: Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di
Desa Juli Mee Teungoh
Kecamatan
Juli Kabupaten Bireuen.
No
|
Tahun
|
2012
|
2013
|
2014
|
Bulan
|
Jumlah
MM
|
Jumlah Hari
Hujan
|
Jumlah MM
|
Jumlah Hari
Hujan
|
Jumlah
MM
|
Jumlah Hari
hujan
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
1
|
Januari
|
124
|
6
|
123
|
5
|
153
|
5
|
2
|
Februari
|
36
|
4
|
65
|
2
|
12
|
1
|
3
|
Maret
|
142
|
8
|
353
|
7
|
-
|
-
|
4
|
April
|
133
|
4
|
25
|
1
|
14
|
2
|
5
|
Mei
|
17
|
2
|
133
|
4
|
3
|
1
|
6
|
Juni
|
249
|
5
|
42
|
2
|
19
|
2
|
7
|
Juli
|
89
|
5
|
65
|
3
|
56
|
2
|
8
|
Agustus
|
82
|
3
|
153
|
7
|
-
|
-
|
9
|
September
|
170
|
4
|
99
|
2
|
-
|
-
|
10
|
Oktober
|
83
|
6
|
-
|
-
|
-
|
-
|
11
|
November
|
240
|
10
|
201
|
7
|
-
|
-
|
12
|
Desember
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Sumber : BPP Juli 2015
2.5.
Struktur
Organisasi Pada Distric Cocoa Clinic (DCC)
Organisasi merupakan suatu
wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan bersama, agar dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan bersama. Pada Distric Cocoa Clinic terdapat 4 divisi yaitu
divisi pembibitan, divisi produksi, divisi pemasaran, divisi pelatihan. Adapun
struktur organisasi Distric Cocoa Clinic dapat dilihat pada gambar berikut.
Bagan
struktur organisasi pada Distric
Cocoa Clinic dapat di lihat pada gambar 1 dibawah ini.
STRUKTUR PENGURUS DISTRIC COCOA CLINIC
KABUPATEN BIREUEN
BAB
III
PELAKSANAAN
MAGANG
3.1. Bentuk
Kegiatan Magang
Dalam
kegiatan magang yang di tempatkan di Distric Cocoa Clinic Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten
Bireuen adalah praktik pembibitan kakao mulai dari proses pembibitan sampai
proses pemasaran yang dilaksanakan dilahan Distric Cocoa Clinic dan melakukan penelitian
tentang analisa usaha pembibitan kakao.
Selain itu ikut
berpartisipasi dalam proses kerja dan seluruh kegiatan yang ada di Distric
Cocoa Clinic (DCC). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari hasil penelitian lapangan, sedangakan data sekunder
diperoleh dari wawancara dengan pembimbing lapangan.
3.2.
Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja yang dipakai dalam manajemen usaha pembibitan
kakao adalah sebagai berikut:
1.
Pemilihan
lokasi
Lokasi sangat berperan dalam menentukan keberhasilan sebuah usaha
pembibitan diantaranya:
-
Permukaan
tanah rata
-
Dekat
dengan jalan untuk memudahkan pengangkutan
-
Saluran
air yang baik agar tidak terjadinya banjir dan gengan air
-
Dekat
dengan sumber air
-
Sebaiknya
berdekatan dengan lokasi penanaman
-
Sebaiknya
berjarak >100 m dari sumber penyakit mati pucuk (VSD)
-
Bersihkan
daerah pembibitan dari semut gulma
2.
Rumah
pembibitan
Rumah pembibitan dibuat untuk menghasilkan bibit yang sehat dengan
menggunakan bahan standar yang dapat bertahan minimal 5 tahun penggunaanya.
Kerangka dan naungan pembibitan
-
Bahan
naungan yang sesuai untuk rumah pembibitan hendaklah member naungan antara 60
-70 % dari cahaya matahari.
-
Menggunakan
plastic UV (Ultaviolet) adalah dianjurkan dalam pembibitan untuk sambung pucuk.
Plastic UV berguna untuk menahan sinar matahari sampai 30 % dan dapat
melindungi bibit dari serangan penyakit VSD serta kelebihan air pada musim
penghujan.
-
Naungan
buatan seperti menggunakan daun kelapa boleh digunakan, akan tetapi mempunyai
beberapa kekurangan diantaranya pada musim penghujan banyak bibit yang akan
mati karena terendam air hujan dan mudah diserang penyakit akibat tanah yang
lembab.
-
Ukuran
tempat pembibitan adalah tergantung pada keperluan bibit dengan ketinggian
kerangka 2-3 m.
3. Anggaran Pembibitan
Anggaran sebuah rumah pembibitan tergantung seberapa besar kapasitas
bibit yang akan direncanakan dan kelas kayu yang nantinya digunakan.
4. Persiapan Media Tanam
-
Pengolahan
tanah
Tanah yang
digunakan sebaiknya tanah lapisan atas yang diolah sedemikian rupa sehingga
menghasilkan tanah yang halus, bersih dari sampah dan benda asing lainnya, jika
perlu tanah boleh diayak.
-
Pengisian
polybag
Pengisian polybag dilakukan 2 minggu sebelum persemaian benih,dapat di
isi 2-3 cm dari permukaan atas polybag dan kedua sudut bawah polybag dilipat
kedalam agar membentuk segiempat ini bertujuan agar polybag tidak mudah rebah.
Ukuran polybag yang digunakan 20x25 cm.
-
Pengaturan
polybag
Polybag diatur 4
baris tiap jalur dengan jarak 7 cm antar polybag dan jarak jalur 60 cm yang
bertujuan untuk memudahkan penyambungan dan adanya sirkulasi udara.
-
Pemupukan
Pemupukan selalu
dibarengi dengan penyiraman setiap hari selama 14 hari yang bertujuan untuk
melarutkan pupuk. Pemupukan dapat dibagi kedalam 3 tahap pertumbuhan bibit,
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3 :
Pemupukan bibit kakao
Kondisi bibit
|
Umur (bln)
|
Gr/pohon
|
Pupuk
|
Awal
|
|
15-30
|
Sp 36
|
Pra sambung
|
2-3
|
5
|
NPK
|
Pasca sambung
|
1-2
|
5
|
NPK
|
Sambung
|
2-3
|
5-10
|
NPK
|
Sumber
: Data Primer (diolah), Tahun 2015.
5. Pembenihan
-
Pembenihan
benih
Pilih biji yang besar, biji yang
bersal dari kakao unggul yang terpilih, buah dan batang yang dianjurkan. Ambil
biji bagian tengah atau biji yang besar dan sehat, sisakan bagian ujung dan
pangkalnya 3-4 bji.
-
Pencucian
biji
Proses pembeersihan lender dapat dilakukan
dengan menggunakan jaring, serbuk gergaji, abu gosok, sekam, pasir halus dan
lain – lain. Kemudian biji direndam dengan larutan fungisida 1gr/liter air
selama 15 menit.
-
Perkecambahan
Setelah biji direndam dengan
larutan fungisida 1gr/liter air selama 15 menit, kemudian biji diatur diatas karung
goni atau kantung plastik yang dilembabkan dengan air dan diletakkan pada
tempat yang teduh, sejuk dan aman. Biji kakao akan berkecambah <24 jam.
-
Penanaman
bibit
Biji yang telah berkecambah ditanam
mengarah kebawah dan dibenamkan setengah kemudian tanah disekelilingnya, maka
kotiledon akan terbelah antara 10-15 hari kemudian.
6. Pemeliharaan
-
Penyiraman
Lakukan penyiraman setiap pagi hari
sebanyak 0,5-1 liter/polybag. Hentikan penyiraman 1 atau 2 hari sebelum
penyambungan dilakukan penyiraman dilanjutkan 2 hingga 3 hari setelah
penyambungan dengan volume yang lebih sedikit sampai sungkup dibuka.
Selanjutnya lakukan penyiraman seperti sebelum penyambungan.
-
Pembersihan
gulma
Gulma dibersihkan secara manual
(dengan menggunakan tangan), hindari pembersihan gulma dengan menggunakan
herbisida karenadapat mengganggu perkembangan bibit.
-
Pengawalan
hama dan penyakit
Penting dilakukan untuk mencegah
serangan hama dan penyakit. Adapun hama dan penyakit yang biasa menyerang bibit
antara lain:
Tabel 4: Hama dan penyakit pada bibit kakao
No
|
OPT
|
Gejala serangan
|
Pengendalian
|
1.
|
Belalang
|
Daun habis
|
Insektisida kontak
|
2.
|
Adoretus
|
Daun berlubang dan menyisakan tulang daun
|
Insektisida sistemik
|
3.
|
Ulat jengkal
|
Daun berlubang dan menyisakan tulang daun
|
Insektisida sistemik
|
4.
|
Semut
|
Kotiledon habis
|
Insektisida sistemik
|
5.
|
Kutu putih
|
Pucuk tidak normal
|
Insektisida sistemik
|
6.
|
Kutu daun
|
Daun muda keriting
|
Insektisida sistemik
|
7.
|
Ulat bulu
|
Lapisan atas daun terkelupas
|
Insektisida sistemik
|
8.
|
Ulat daun
|
Daun berlubang
|
Insektisida sistemik
|
9.
|
Phytophthora
|
Daun dan batang bibit berwarna hitam
|
Fungisida sistemik
|
10.
|
Busuk akar
|
Layu hingga mati
|
Fungisida, akarisida
|
11.
|
Antraknosa
|
Tape daun mengering
|
Fungisida
|
Sumber : Data Primer (diolah),
Tahun 2015.
7. Penyambungan
-
Alat
dan bahan
o Pisau okulasi
o Gunting tangan
o Batu asah
o Nesco film
o Plastic sungkup
o Tali raffia
o Mata tunas
-
Tempel
mata tunas (patch budding)
o Pengambilan mata tunas
Mata tunas diambil dari cabang kipas berwarna hijau kecoklatan yang
memiliki mata bagong siap tumbuh.
o Penyambungan
Bibit siap disambung ketika berumur 1-2 bulan, mata tunas terpilih
diambil dengan menoreh segiempat 1-2 cm pada mata tunas yang akan ditempelkan,
toreh batang bibit sebagai tapak tempelan dengan ukuran yang sama dibagian
bawah kotiledon kemudian masukkan mata tunas kedalam tempelan kemudian potong
sebagian kulit batang pokok setelah itu balut dengan nesco film dari bawah
keatas.
-
Sambung
pucuk (top budding)
o Pengambilan mata tunas
Mata tunas dari cabang kipas yang berwarna coklat kehijauan, upayakan
mata tunas yang diambil kemudian dipasang pada hari yang sama.
o Penyambungan
Penyambungan dilakukan pada usia bibit >2 bulan, sisakan 3-5 daun
pada bibit yang akan disambung, entres diambil dengan membuat potongan
sepanjang 10 cm dan memiliki 2-3 mata tunas, iris entres pada bagian potongan
kedua sisinya 2-3 cm, belah batang bawah yang akan disambung sepanjang 2-3 cm,
masukkan entres kedalam belahan batang bawah, ikat dengan nesco film atau dapat
digantikan dengan tali raffia kemudian sungkup dengan menggunakan plastic
sungkup.
8. Pemasaran
Pemasaran
bibit kakao kepada petani, penangkar dan pengusaha yang dilakukan oleh Distric
Cocoa Clinic (DCC) yang tersebar diwilayah Kabupaten Bireuen dengan harga
berkisar Rp 7.000/bibit kakao.
3.3. Metode
Pengumpulan Data
Banyak
metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam sebuah penelitian. Metode
pengumpulan data pada prinsipnya berfungsi untuk mengungkapkan variabel yang
akan diteliti. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a)
Wawancara
Metode
wawancara ini bertujuan untuk memperoleh data terkait dengan variabel magang
yaitu Manajemen Usaha Pembibitan Kakao di Distric Cocoa
Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.
b)
Observasi
Metode
pengumpulan data sekunder dengan cara mengamati secara langsung tentang
kegiatan yang berkaitan dengan tujuan magang.
c) Dokumentasi
Dokumentasi
di lakukan sebagai bahan tambah dalam menyusun laporan atau kesesuian data yang
penulis tulis dengan pelaksanaan sebenarya di lapangan pada saat melakukam
observasi dan wawacara dengan petani dan penyuluh pertanian.
3.4.
Metode
Analisa Data
a) Biaya
Total
biaya merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel yang harus
dikeluarkan dari usaha pembibitan
kakao.
Secara
sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :
TC
= TFC + TVC
Keterangan
:
TC
= Total biaya dari usaha pembibitan kakao
TFC = Total biaya tetap dari usaha pembibitan kakao
TVC = Total biaya variabel dari usaha pembibitan kakao
b) Penerimaan
Total
penerimaan merupakan nilai uang dari total produk atau hasil perkaliaan antara
total produk atau hasil perkalian antara total tanaman kakao (Q) dan harga tanaman jambu madu (PQ) Secara sistematis dapat ditulis sebagai
berikut:
TR = Q x PQ
Keterangan
:
TR = Total penerimaan dari usaha pembibitan kakao
Q = Total produk yang terjual dari usaha pembibitan kakao
PQ = Harga produk dari usaha pembuatan budidaya pembibitan kakao
c) Keuntungan
Keuntungan
merupakan pengurangan penerimaan total dengan biaya total dari usaha pembibitan kakao. Secara
sistematis dapat ditulis sebagai berikut
:
π =
TR – TC
= Q . PQ – ( FC + VC )
Keterangan
:
π = Keuntungan usaha dari usaha pembibitan kakao
T = Total penerimaan dari usaha pembibitan kakao
TC = Total biaya dari usaha pembibitan kakao
Q = Total produk yang terjual dari usaha pembibitan kakao
PQ = Harga produk dari usaha pembibitan kakao
FC = Biaya tetap dari usaha pembibitan kakao
VC = Biaya variabel dari usaha pembibitan kakao
d) Bep
(Break Event Point)
Bep adalah suatu analisis
untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang dijual kepada
konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya – biaya yang timbul untuk
mendapatkan keuntungan.
Bep
Harga (Rp)
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1.
Analisa
Biaya
Sebelum menganalisa kelayakan usaha pembibitan tanaman kakao, biaya
dalam usaha yang bersangkutan harus teranalisis terlebih dahulu. Biaya itu sendiri
dari berbagai biaya tergantung kebutuhan dari usaha yang bersangkutan, terutama
yang menyangkut tentang proses produksi.
4.1.1. Biaya Tetap Usaha Pembibitan Kakao
Biaya tetap merupakan biaya yang
jumlah totalnya tetap pada kisaran volume kegiatan tertentu, yang terdiri dari beberapa faktor
tergantung jenis kegiatan usaha lainnya, yang juga berlaku pada usaha pembibitan kakao yang
menjadi objek pada penelitian ini.
Faktor-faktor yang menjadi biaya
tetap pada masing-masing usaha antara lain biaya penyusutan investasi, biaya
peralatan, biaya penyusutan peralatan, dan biaya lainnya. Biaya peralatan pada
usaha pembibitan kakao
di Distric Cocoa Clinic dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Biaya Peralatan Usaha Pembitan Kakao Distric Cocoa Clini (DCC)
No.
|
Uraian
|
Jumlah
|
Harga
(Rp)
|
Nilai
(Rp)
|
Umur
Ekonomis
|
PenyusutanPeralatan
|
1.
|
Gerobak
sorong
|
2 (unit)
|
400.000
|
800.000
|
3 thn
|
120.000
|
2.
|
Cangkul
|
2 (unit)
|
85.000
|
170.000
|
3 thn
|
25.500
|
3.
|
gunting
tangan
|
1 (Unit)
|
50.000
|
50.000
|
3 thn
|
15.000
|
4.
|
Pisau
okulasi
|
1 (Unit)
|
65.000
|
65.000
|
3 thn
|
19.500
|
5.
|
Skrup
|
2 (unit)
|
150.000
|
300.000
|
3 thn
|
45.000
|
6.
|
Selang
|
20 m
|
10.000
|
200.000
|
3 thn
|
3.000
|
Total
1.585.000 228.000
|
Sumber : Data Primer (diolah), tahun 2015.
Berdasarkan
tabel 5
di atas dapat dilihat bahwa peralatan produksi Usaha Pembibitan Kakao membutuhkan biaya tetap
untuk peralatan produksi sebanyak Rp 1.585.000 dengan biaya penyusutan sebanyak Rp 228.000 per bulan.
4.1.2. Biaya Variabel Usaha Pembibitan Kakao
Biaya variabel adalah biaya jumlah
totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, dimana sama
seperti biaya tetap setiap usaha memiliki biaya variabel yang berbeda-beda.
Faktor-faktor biaya yang menjadi biaya variabel antara lain bahan baku, biaya
bahan bakar, dan biaya tenaga kerja. Adapun
faktor-faktor biaya yang menjadi biaya variabel pada Usaha Pembibitan Kakao jelas terlihat pada
uraian tabel di bawah ini.
Tabel 6. Biaya variable
Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic (DCC)
NO
|
URAIAN
|
JUMLAH
|
HARGA (Rp)
|
NILAI (Rp)
|
A.
|
MATERIAL BANGUNAN
|
|
|
|
1
|
Tiang 10x10 cm
|
|
|
|
|
·
Tiang ukuran 3m
|
4 btg
|
12.000
|
48.000
|
|
·
Tiang ukuran 2m
|
8 btg
|
8.000
|
64.000
|
2
|
Balok 5x10 cm
|
|
|
|
|
·
Balok ukuran 5 m
|
6 btg
|
20.000
|
120.000
|
|
·
Balok ukuran 4 m
|
3 btg
|
15.000
|
45.000
|
3
|
Balok 5x7 cm
|
|
|
|
|
·
Balok ukuran 4x75 cm
|
30 btg
|
10.000
|
300.000
|
|
·
Balok ukuran 4,2 m
|
24 btg
|
9.000
|
216.00
|
4
|
Balok apit 2x3 cm
|
|
|
|
|
·
Paku
|
2 kg
|
20.000
|
40.000
|
|
·
Baut
|
20 btg
|
5.000
|
100.000
|
|
·
Waring net
|
30 meter
|
5.000
|
150.000
|
|
·
Plastik UV
|
28 meter
|
24.000
|
672.000
|
|
|
|
|
1.755.000
|
B.
|
BAHAN BAKU
|
|
|
|
1.
|
Tanah
|
2 truck
|
100.000
|
200.000
|
2.
|
Sekam padi
|
10 kg
|
10.000
|
100.000
|
3.
|
Pupuk
|
|
|
|
|
·
Sp36
|
30 kg
|
3.000
|
90.000
|
|
·
Npk
|
50 kg
|
12.000
|
600.000
|
4.
|
Obat – obatan
|
|
|
|
|
·
Fungisida
|
0,30 liter
|
95.000
|
28.500
|
|
·
Insektisida
|
0,30 liter
|
160.000
|
48.000
|
|
·
Pupuk cair
|
1 kg
|
50.000
|
50.000
|
5.
|
Tali Raffia
|
0,10 kg
|
18.000
|
1.800
|
6.
|
Polybag
|
1000 lmbr
|
100
|
100.000
|
7.
|
Nesco Filter
|
0,10 rol
|
500.000
|
50.00
|
8.
|
Plastic sungkup
|
5 buah
|
2.500
|
12.500
|
9.
|
Mata tunas
|
1.100 stek mata tunas
|
250
|
275.000
|
10.
|
Karung perkecambahan
|
2 lembar
|
2.000
|
4.000
|
|
|
|
|
1.559.800
|
C.
|
BURUH DAN UPAH
|
|
|
|
1.
|
Pembersihan lahan
|
2 Hok
|
50.000
|
100.000
|
2.
|
Pembuatan bangunan
|
12 Hok
|
50.000
|
600.000
|
3.
|
Pengisian polybag
|
1000 lmbr
|
100
|
100.000
|
4.
|
Penyusunan polibag
|
1 Hok
|
30.000
|
30.000
|
5.
|
Penyiangan
|
2 Hok
|
30.000
|
60.000
|
6.
|
Penyiraman
|
1000 plbg
|
5
|
450.000
|
7.
|
Penyambungan
|
1000 btg
|
500
|
500.000
|
8.
|
Seleksi (Cooling)
|
2 Hok
|
30.000
|
60.000
|
9.
|
Naungan dan daun kelapa
|
1 Hok
|
30.000
|
30.000
|
|
|
|
|
1.930.000
|
D.
|
INSTALASI AIR DAN LISTRIK
|
|
|
|
1.
|
Pipa pvc ¾
|
3 btg
|
25.000
|
75.000
|
2.
|
Sambungan pipa
|
20 buah
|
2.000
|
40.000
|
3.
|
Isolasi
|
1 buah
|
3.000
|
3.000
|
4.
|
Lem pipa
|
2 buah
|
8.000
|
8.000
|
5.
|
Kran
|
2 buah
|
15.000
|
30.000
|
6.
|
Dynamo air 250 watt
|
1 buah
|
500.000
|
500.000
|
|
|
|
|
656.000
|
|
Total
|
|
|
5.900.800
|
Sumber
: Data Primer (diolah), Tahun 2015.
Berdasarkan
tabel 6
diatas terlihat bahwa biaya
variable yang digunakan untuk proses satu kali proses produksi memerlukan biaya sebanyak
Rp.5.900.800,-.
Faktor
biaya lainnya yang juga termasuk dalam biaya variabel adalah biaya non
produksi, yang secara jelas dapat terlihat pada tabel 7.
Tabel 7. Biaya Non Produksi Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic
No.
|
Uraian
|
Biaya Bulanan
|
Biaya Tahunan
|
1.
|
Biaya perawatan
|
300.000
|
3.600.000
|
2.
|
Listrik
|
200.000
|
2.400.000
|
3.
|
Komunikasi
|
50.000
|
600.000
|
4.
|
Konsumsi harian
|
90.000
|
1.080.000
|
Total biaya non produksi(Rp) 640.000 7.680.000
|
Sumber
: Data Primer (diolah), tahun 2015.
Berdasarkan tabel 7 diatas ada tiga faktor biaya yang
termasuk kedalam biaya non produksi, antara lain biaya perawatan, listrik,
konsumsi harian, dan biaya lainnya. Biaya pemasaran tidak termasuk dikarenakan
dalam pemasaran tanaman
jambu konsumen
datang sendiri ke tempat budidayanya.
Faktor biaya non produksi usaha budidaya tanaman jambu madu yang
masuk dalam biaya variabel antara lain biaya perawatan, biaya listrik, yang
dikeluarkan setiap bulan, serta biaya konsumsi harian bagi tenaga kerja.
4.1.3. Total Biaya Usaha Pembibitan Kakao
Total biaya dari suatu usaha
merupakan jumlah keseluruhan biaya, yang terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel. Tiap usaha memiliki biaya yang berbeda-beda, dimana besarnya total
biaya suatu usaha ditentukan oleh besarnya biaya tetap dan biaya variabel usaha
yang bersangkutan. Adapun total biaya dari usaha pembibitan kakao tersebut dapat terlihat
pada tabel 8
berikut.
Tabel 8. Total Biaya
Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic
No.
|
Uraian Biaya Tetap
|
Jumlah per produksi(Rp)
|
1.
|
Biaya
Penyusutan Peralatan
|
228.000
|
Total
Biaya Tetap
228.000
|
No.
|
Uraian Biaya Variabel
|
Jumlah per produksi
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Material Bangunan
|
1.755.000
|
2.
|
Bahan Baku
|
1.559.000
|
3.
|
Buruh Dan Upah
|
1.930.000
|
4.
|
Instalasi Air dan Listrik
|
656.000
|
5.
|
Biaya Lain-lain
|
|
|
-
Biaya
perawatan
|
300.000
|
|
-
Listrik
|
200.000
|
|
-
Komunikasi
|
50.000
|
|
- Konsumsi Harian
|
90.000
|
|
|
|
Total Biaya Variabel ( VC) 13.580.800
|
Total Biaya ( TC) = FC+VC 13.808.800
Bunga Modal = TC x 1 / 100 138.088
|
Sumber : Data Primer ( diolah )
Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa Total Biaya
Keseluruhan dalam Usaha pembibitan kakao Rp 13.808.800 per produksi,
dengan Total Biaya Tetap adalah Rp228.000 dan Total Biaya Variabel sebesar Rp
13.580.800 per
produksi dan
Bunga Modal sebesar Rp 138.088 perproduksi. Untuk mendapatkan total biaya usaha
pembibitan kakao dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC
= TFC + TVC
= 228.000 +
13.580.800
= 13.808.800
4.2. Volume
Penjualan dan Harga Jual Bibit Kakao Distric Cocoa Clinic
Volume
Penjualan bibit kakao
dapat terlihat secara rinci pada tabel 9 dibawah ini.
Tabel 9. Jumlah produksi dan Jumlah nilai produksi Usaha Pembibitan Kakao
No
|
Ukuran
|
Jumlah Produksi
|
Harga Satuan(Rp)
|
Jumlah/produksi
|
1.
|
Sedang
|
1000
|
7.000/unit
|
7.000.000
|
Total 1000
7.000.000
|
Sumber : Data Primer (diolah),
Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 9 terdapat satu jenis ukuran yaitu ukuran sedang dengan harga
jual Rp 7.000,- per unit dengan total jumlah nilai produksi Rp 7.000.000,- per
produksi. Untuk mendapatkan total penerimaan dari usaha pembibitan kakao dapat
dirumuskan sebagai berikut:
TR = Q x PQ
= 1000 x Rp 7.000/bibit
=
Rp 7.000.000
4.3. Analisa
Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara
nilai hasil produksi dengan total biaya produksi dari usaha budidaya tanaman jambu madu.
Untuk melihat perbandingan keuntungan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya hasil produksi dan didukung oleh tingkat harga jual produk itu
sendiri. Keuntungan yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10. Keuntungan per produksi Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic
No.
|
Uraian
|
Satuan
|
Produksi Bibit Kakao Per Produksi
|
1.
|
Nilai Hasil Produksi
|
Rp
|
7.000.000
|
2.
|
Total Biaya Produksi
|
Rp
|
13.808.800
|
3.
|
Keuntungan
|
Rp
|
-6.808.800
|
Sumber : Data Primer (diolah),
Tahun 2015
Berdasarkan tabel 10 diatas dapat di lihat bahwa
keuntungan yang diperoleh dari nilai hasil produksi yang telah dikurangi dengan
biaya produksi pada Usaha
pembibitan kakao adalah sebesar Rp – 6.808.800,- per produksi. Untuk mendapakan total hasil keuntungandari usaha
pembibitan kakao dapat dirumuskan sebagai berikut:
Π = TR
– TC
= Rp 7.000.000 - Rp 13.808.800
= Rp -6.808.800
4.4. BEP Produksi bibit kakao
Bep
Harga (Rp)
Bep
bibit kakao
(Rp)
= 1.972
Dengan
harga jual Rp. 7.000/bibit usaha pembibitan kakao tidak akan mengalami
kerugian, walaupun keuntungan pada saat harga
Rp. 1.972
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.
Total biaya yang di keluarkan untuk membuat usaha pembibitan kakao di Desa Juli Mee
Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Biereun adalah sebesar Rp 13.808.800,- per produksi.
2. Nilai
hasil produksi Usaha Pembibitan
kakao di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen adalah Rp
7.000.000,- per produksi.
3. Usaha Pembibitan Kakao sangat
menguntungkan apabila ditekuni dengan baik dan melakukan pembibitan dengan
perbanyakan bibit secara vegetatif akan tetapi pada awal usaha pembibitan kakao
akan mengalami kerugian dikarenaka modal awal yang dikeluarkan besar.
5.2. Saran
1.
Usaha budidaya pembibitan tanaman kakao di Desa Juli Mee
Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen disarankan untuk meningkatkan promosi
bibit kakao yang telah dilakukan sambung pucuk sehingga banyak masyarakat
mengetahui bibit tanaman kakao yang telah disambung pucuk.
2.
Peningkatan kualitas ketenagakerjaan sangat diperlukan dalam
sebuah lembaga maka sebaiknya dilakukan pelatihan SDM terhadap tenaga kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1998, Metodologi
Penelitian survey, LP3ES, Jakarta.
Mangoensoekerjo dan Hariono,2005. Manajemen Agribisnis kakao, cetak kedua. Gajah Mada University
Press,Yogjakarta.
Rohman,
Saepul. 2009. Teknik Fermentasi Dalam
Pengolahan Biji Kakao.
Willy,
Bryan. 2010. Standar Pembibitan.