Wednesday, 29 November 2017

Pengamatan yang diamati pada penelitianTanaman Semangka

Adapun faktor-faktor yang akan diamati dalam penelitian ini meliputi:
1  Panjang Tanaman Semangka (cm)
Dilakukan pada 2 tanaman sampel yang dilakukan pada umur 15, 30, 45 hari setelah tanam. Panjang tanaman semangka diukur dengan menggunakan meteran dari pangkal  sampai keujung tanaman semangka.
Diameter Batang Tanaman Semangka (cm)
Dilakukan pada 2 tanaman sampel yang dilakukan pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah tanam dengan cara mengukur diameter batang, batang tanaman semangka yang diukur adalah batang yang jarak 10 cm dari pangkal batang tanaman semangka.
 Diameter Buah Semangka (cm)
Dilakukan pada 2 tanaman sampel yang dilakukan pada buah semangka yang sudah dipanen dengan cara mengukur diameter buah semangka.
 Bobot Buah (g)
Dilakukan pada 2 tanaman sampel yang dilakukan pada buah semangka yang sudah dipanen. Buah semangka yang di panen ditimbang beratnya dan dicatat bobot beratnya.
5Bobot Berangkasan Kering Tanaman Semangka
Bobot berangkasan kering adalah rata-rata bobot kering tanaman ditimbang pada 55 hst, tanaman dikeringkan dengan oven model rak dengan suhu 105 °C selama 24 jam dan ditimbang menggunakan timbangan digital.


Sail Sabang 2017

Sail Sabang, Sunrise in Sabang

Sail Sabang Blue Sea

Sail Sabang Beach


Sail Sabang Fish



Wednesday, 15 November 2017

Keindahan Pulau Nasi, ACEH

Sunrise in Pulau Nasi, ACEH

Sunrise ACEH


Beach Pulau Nasi, ACEH, Indonesia

Beach Deudap Pulau Nasi, ACEH



Cara Budidaya Semangka Hasil Melimpah

a.       

Persiapan dan Perlakuan Benih
     Benih semangka yang akan digunakan yaitu benih semangka varietas      Garnis. Benih semangka di rendam dengan air bersih selama 12 jam kemudian dikecambahkan dalam tisu, selama 2-3 hari benih didalam tisu sudah berkecambah, dengan ciri benih sudah mengeluarkan akar yang  dapat dilihat secara visual.
b.      Persemaian Benih
Benih disemai dalam polybag yang berukuran 10 x 15 cm, benih disemai sebanyak 1 benih perlubang dengan kedalam 0,1 cm. Media penyemaian adalah campuran pupuk organik  dengan tanah (1 : 2) disiram air sampai basah dan ditutup dengan daun kelapa kering selama 5 hari, 15  hari setelah semai benih semangka siap dipindahkan kemedia tanam dalam polybag berukuran 15 x 35 cm yang sudah terisi media tanam.
c.       Persiapan Media Tanam
 Media yang akan digunakan  pada penelitian saya menggunakan campuran tanah dengan pupuk organik PIM, dosis pupuk PIM organik digunakan sesuai faktor yang akan di uji yaitu plot pertama 0,3 kg/polybag, plot kedua 0,4 kg/polybag, plot ketiga 0,5 kg/polybag, plot keempat 0,75 kg/polybag dan plot kelima 1 kg/polybag. Campuran media tanam tersebut dimasukkan kedalam polybag yang berukuran 35 x 15 cm.
d.      Penanaman
Penanaman akan dilakukan pada saat tanaman semangka berumur 15 hari di  persemaian dengan ciri tanaman semangka sudah memiliki dua helaian daun. Sebelum dilakukan penanaman, media di siram air sampai kapasitas lapang (air yang tersedia). Penanaman akan dilakukan serentak dengan bibit yang seragam secara visual.
e.     Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore. Penyiraman dihentikan jika terjadi curah hujan dengan intensitas yang tinggi.
f.        Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan adalah perawatan tanaman dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT).
g.       Pemangkasan
Untuk tunas yang keluar dari cabang, dilakukan perempelan agar ukuran dan kualitas dan ukuran buah semangka dapat terbentuk optimal.
h.       Pemanenan

            Pemanenan dilakukan pada saat buah semangka  berwarna agak gelap dimulai pada     umur 45 hari setelah penanaman. 

Saturday, 11 November 2017

Hama Tanaman Kopi Gayo


Produksi tanaman pertanian, baik tanaman pangan  dan  tanaman   perkebunan sangat dipengaruhi oleh aktivitas Organisme Penganngu Tanaman (OPT) yang terdiri dari hama, penyakit dan gulma.
Pengenalan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) pada tanaman kopi serta bagaimana penanggulangannya menjadi hal yang sangat penting dan membantu petani untuk menghasilkan produksi secara optimal. Hama, penyakit dan gulma dapat mengakibatkan terganggunya proses pertumbuhan, perkembangan hingga proses produksi buah yang pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian pada tanaman kopi.
Penggunaan Pestisida sintetis yang kurang bijaksana  dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) masih banyak digunakan oleh petani, hal ini dapat mengakibatkan timbulnya beberapa masalah yang kurang menguntungkan, diantaranya timbul resistensi OPT terhadap pestisida sintetis, residu pestisida mengakibatkan pencemaran lingkungan  dan lain-lain.  Oleh karena itu sangatlah bijaksana  apabila dalam pengendalian OPT dilakukan dengan menggunakan Musuh alami / Agens hayati dalam menjaga kualitas dan kuantitas produksi petani.  
Selama pertumbuhan tanaman kopi mengalami gangguan-gangguan secara biotik berupa gangguan hama, gangguan penyakit dan gangguan yang berasal dari gulma. Gangguan biotik sebaiknya dikendalikan apabila tingkat gangguannya telah melampaui ambang ekonomi. Hal ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas serta mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan sehingga keseimbangan ekosistem lingkungan tetap terjaga. Tanaman kopi dikenal sebagai salah satu tanaman yang disukai oleh banyak jenis serangga.
Di Dataran Tinggi Gayo terdapat beberapa jenis serangga yang bersifat sebagai hama utama pada tanaman kopi, yaitu penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.), penggerek batang (Zeuzera coffeae) penggerek cabang (Xylosandrous compactus Eichhoff, X. morigerus Blandford), kutu putih (Planococcus citri Risso), kutu hijau (Coccus viridis Green), dan nematoda.
        Penyakit pada tanaman kopi dapat disebabkan oleh penyakit parasitik dan penyakit non parasitik. Penyakit parasitik disebabkan oleh mikroorganisme, seperti cendawan, bakteri dan virus, sedangkan penyakit non parasitik disebabkan oleh faktor fisik atau kimiawi, seperti suhu yang ekstrim tinggi atau rendah, kadar hara yang terlalu tinggi atau rendah, pH tanah yang tidak sesuai. Penyakit parasitik yang utama pada tanaman kopi antara lain. Penyakit akar puti (Rigidoporus lignosus), penyakit karat daun (Hemileia vastatrix B. et Br.), penyakit busuk buah, busuk batang dan cabang (Rhizoctonia sp.), penyakit jamur upas (Corticium salmonicolor B. et Br.) dan penyakit bercak daun (Cercospora cofeicola B. et Br.).
          Gulma (tanaman pengganggu)  banyak  dijumpai baik pada saat tanaman kopi masih muda (TBM) atau yang  kopi sudah dewasa (TM). Biaya pengendalian gulma pada tanaman kopi dewasa pada perkebunan berkisar antara 15 – 30 % dari biaya pemeliharaan tanaman. Pada perkebunan rakyat presentase biaya pengendalian gulma tersebut umumnya lebih tinggi karena banyak menggunakan tenaga kerja . Gulma yang dominan pada areal pertanaman kopi antara lain alang-alang (Imperata cylindrica), grinting (Cynodon dactylon), Ottochloa nodusa dari golongan rumput-rumputan, teki-tekian (Cyperus rotundus) dan mikania dari golongan berdaun lebar.
           Pada buku ini hanya dibahas beberapa Orgnisme Pengganggu Tanaman (OPT)  penting pada tanaman kopi sbb :
A.   Hama

1.      Penggerek Buah Kopi (PBKo)

       Kondisi saat ini menunjukan bahwa hama penggerek buah kopi merupakan hama yang sangat merugikan petani kopi, serangan PBKo dapat menurunkan mutu kopi dan penurunan produksi hingga 20 – 30% bahkan tidak jarang petani produksi dan yang gagal panen.

Penyebab : Kumbang  Hypothenemus hampei. Ferr.

         Kumbang berwarna hitam kecoklatan , panjang serangga jantan 1,3 mm dan betina 2 mm, kumbang betina menyerang buah kopi yang masih muda dengan  cara menggerek ke daam biji kopi dan bertelur sekitar 30-50 butir, telur menetas menjadi ulat yang menggerek biji kopi.

Monday, 6 November 2017

Aspek Penanaman Kopi Arabica Gayo


            Penanaman adalah kegiatan pemindahan bibit ke lapangan yang dilakuakan pada awal musim hujan dan harus dihindari penanaman menjelang musim kemarau.  Bibit ditanam  dengan hati-hati pada lubang tanam yang telah  disiapkan dengan cara polybag dipotong dibahagian bawahnya dan apabila akar tunggangnya telah keluar dari polybag maka harus dipotong sebelum bibit ditanam. Penanaman diusahakan tidak terlalu dalam atau terlalu tinggi melainkan leher akar harus rata dengan permukaan tanah.
1.       Ketinggian Tempat
          Untuk mendapatkan kualitas  kopi yang baik  dianjurkan penanaman mulai dari 1000- 1500 m dpl (di atas permukaan laut).  Semakin rendah daerah penanaman kopi arabika, faktor pembatasnya adalah  serangan penyakit Karat Daun (Hemeleia vastatrix, B et Br) dan hama Penggerek Buah Kopi (PBKo/ Hyphotenemus hampei, Ferr) , sebaliknya apabila penanaman kopi di daerah yang lebih tinggi, faktor pembatasnya adalah penyakit mati pucuk akibat embun upas.
2.       Kesesuaian Lahan
          Lahan yang akan ditanami  harus sesuai dengan syarat tumbuh yang diinginkan kopi arabika, seperti  ketinggian tempat 1000 -1500 meter di atas permukaan laut, curah hujan 1500-2000 mm/tahun,  suhu 15-24 ºC,  tanah subur dan mengandung bahan organik (humus) lebih dari 5 %, kedalaman epektif lebih dari 100 cm, pH tanah 5,5 - 6,5, kemiringan  lahan tidak lebih dari 30 % dan lain sebagainya.   Semakin sesuai lahan yang ditanami kopi arabika, semakin sedikit biaya yang dibutuhkan, demikian juga sebaliknya (Aris Wibawa 2012).
4.2     konservasi keragaman hayati
          Kopi arabika merupakan jenis tanaman yang cocok , relatif mudah dibudidayakan, dan memberikan manfaat finansialyang cukup baik di dataran tinggi Gayo. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kopi Arabika menjadi pilihan utama untuk dijadikan sebagai tanaman penghasil uang pada lahan perawan hasil pembabatan hutan. Secara ekosistem kopi Arabika merupakan tanaman yang berasal dari kawasan hutan, sehingga tanaman ini relatif aman terhadap ancaman serangan hama penyakit akibat keseimbangan hutan. Kepedulian terhadap kelestarian keragaman hayati juga dapat dilaksanakan pada pertanaman kopi yang sudah yang sudah ada atau pada lahan yang akan dilakukan peremajaan tanaman. Pada pertanaman kopi Arabika yang sudah ada (produktif), selain tanaman petai  (lamtoro) petani juga dapat menanam jenis-jenis tanaman lain seperti mahoni, nangka, durian, apokat, kesemek, jeruk keprok, jeruk besar, dan lain-lain.
4.3.    Indikasi Geografis
          Indikasi Geografis (IG) merupakan salah satu bentuk  perlindungan hukum atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang diberikan suatu Negara kepada masyarakat yang mendiami suatu kawasan geografis tertentu karena produk yang dihasilkan dari kawasan tersebut memiliki mutu yang berciri khas. Sebagaimana kita ketahui bahwa kopi arabika gayo memiliki mutu yang khas,  sudah sewajarnya harus dilindungi, sehingga kepopuleran nama  kopi gayo tidak disalah gunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
1.       Kerangka Hukum
UU:  IG No. 15 TAHUN 2001, dan PP:  IG No. 51 TAHUN 2007
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis, termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan (Pasal 1 PP.  No. 51 Tahun 2007).
2.       Manfaat Indikasi Geografis
Beberapa manfaat Indikasi Geografis adalah;
•        Memberikan perlindungan secara hukum atas produk yang dihasilkan,           dalam hal ini adalah kopi arabika gayo,
•        Bagi lingkungan dan kawasan, meningkatkan reputasi/ keterkenalan kawasan serta menjaga kelestarian lingkungan dan keindahan alam,
•        Tujuan akhir yang ingin dicapai  adalah meningkatkan kesejahteraan petani, melalui peningkatan produksi, panen dan penanganan pasca panen, peningkatan mutu fisik dan cita rasa melalui penguatan organisasi petani.
          Dalam era pasar global dan persaingan semakin ketat,   seperti yang terjadi  saat ini dan tahun tahun mendatang, diferensiasi produk merupakan sarana penting untuk menarik perhatian konsumen.  Indikasi Geografis (IG) memegang peranan penting untuk menarik minat konsumen dengan cara memberi nilai tambah pada produk yang dihasilkan, yaitu adanya kepastian kepada konsumen untuk mengkonsumsi produk lokal, yang berasal dari kawasan khusus dengan budaya dan adat istiadat yang khusus pula.  mempertahankan   bahkan kalau bisa meningkatkan kualitas  dan kwantitas kopi yang dihasilkan.


Pengajiran dan Jarak Tanam.


          Pengajiran dan jarak tanam harus disesuaikan  dengan  tipe perawakan kopi yang akan ditanam serta  kemiringan lahan.  Varietas yang memiliki tipe perawakan tinggi dengan diameter tajuk lebar  seperti Gayo 1 dan Gayo 2 ditata dengan jarak tanam yang lebih lebar dari varietas tipe kate yang  memiliki tajuk yang lebih kecil, misalnya varietas P-88.
          Penanaman pada lahan miring, jarak tanam diatur di  dalam teras dengan jarak tanam 2,5 m x 2,75 m untuk varietas berperawakan tinggi dan 2,0 m x 2,5 m untuk kopi tipe kate, sedangkan pada lahan rata  dapat ditata secara teratur dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m untuk varietas berperawakan tinggi dan 2,0 m  x 2,0 m untuk varietas yang berperawakan kate.  Namun demikian jarak tanam kopi juga sangat ditentukan oleh kesuburan tanah, semakin subur jarak tanam yang digunakan harus lebih lebar dari ukuran standar dengan maksud agar tidak menyulitkan dalam perawatan nantinya.
4.       Penanaman Pohon Pelindung.
          Tanaman kopi termasuk tanaman yang tidak menghendaki penyinaran matahari secara langsung, oleh karena itu didalam membudidayakan tanaman kopi pohon pelindung juga perlu mendapat perhatian.  Tanaman pelindung berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya, mengurangi fluktuasi temperatur siang dan malam dan sebagai sumber bahan organik, oleh karena itu dianjurkan menggunakan  pohon pelindung dari jenis leguminosa yang dapat memfiksasi Nitrogen (N) dari udara, misalnya lamtoro (Leucaena sp).
          Di dalam budidaya tanaman kopi, pohon pelindung harus sudah ditanam setahun sebelum penanaman kopi dengan maksud saat penanaman kopi pohon pelindung sudah berfungsi, bahkan sangat dianjurkan menggunakan pelindung sementara, seperti Clotalaria sp, Teprosia sp dan  Moghania macropyla, jika naungan tetap belum berfungsi optimal.

Pada awal penanaman,  dianjurkan agar menanam naungan tetap  lebih rapat, kemudian dilakukan penjarangan sesuai kebutuhan tanaman kopi.  Sebagai pedoman umum, jika pohon pelindung sudah berfungsi dengan baik,  populasi pohon pelindung adalah 1 : 4, artinya 1 pohon pelindung untuk 4 tanaman kopi.  Misalkan jarak tanam kopi  yang digunakan 2,5 m x 2,5 m  (populasi 1600 batang/ ha) maka tanaman pelindung ditanam dengan jara 5 m x 5 m (populasi pohon pelindung 400 batang/ ha).

Sunday, 5 November 2017

Deskripsi Varietas Bunga Kol Mona F1 Panah Merah

·   

Kultivar MONA F1 salah satu tanaman bunga kol hibrida
·   Kode Produksi               : on process
·   Rekomendasi Dataran     : Rendah
·   Ketahanan Penyakit*      : Br, Sr
·   Umur Panen (HST)*       : 45 - 48
·   Bobot per Buah (g)*       : 800 - 1200
·   Potensi Hasil (ton/ha)*    : 14 – 18
·   Tanaman Bunga Kol (Cauliflower) Mona toleran terhadap serangan bakteri dan busuk hitam
·   Tanaman Bunga Kol (Cauliflower) Mona dapat dipanen umur 50 HST
·   Berat crop Bunga Kol Mona 800 gram/crop
·   Crop Bunga Kol Mona mempunyai bentuk kubah yang tertutup sempurna oleh daun sehingga tidak mudah rusak
·   Benih Bunga Kol Mona tersedia dalam kemasan 10 gram/sachet, dan kebutuhan benih perhektarnya adalah 300 gram/ha.


:

Thursday, 2 November 2017

Laporan Magang Kakao

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
            Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao berasal dari daerah dataran hujan tropis di Amerika selatan. Didaerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan terlindung pohon – pohon besar (Widya,2008).
            Salah satu usaha yang dapat dikelola untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi adalah dengan memperhatikan aspek dari budidaya tanaman kakao itu sendiri, diantaranya adalah pengelolaan tanah, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit serta pemberian zat pengatur tumbuh. Yang tidak kalah pentingnya dalam budidaya tanaman kakao adalah penyediaan bahan tanam dan pembibitan, karena dari pembibitan inilah akan didapatkan bahan tanam yang layak untuk ditanam dilapangan yang nantinya akan menghasilkan bibit tanaman kakao yang mampu berproduksi secara maksimal.(Siregar dkk.2010).
             Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar internasional dikenai potongan sebesar USD 200/ton atau 10-15 % dari harga pasar. Selain itu, beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus menyusut (Suryani, 2007). Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao atau non olahan (Rohman, 2009).
Pembibitan adalah suatu kegiatan untuk menghasilkan atau memproduksi bibit. Kegiatan yang dilakukan dalam pembibitan terdiri dari perencanaan pembibitan, pembangunan persemaian, penyiapan media bibit, perlakuan pendahuluan terhadap benih sebelum disemaikan, penyemaian benih, penyapihan bibit, pemeliharaan bibit, pengepakan dan pengangkutan bibit serta administrasi pembibitan (Willy, 2010).
Manajemen dapat diartikan sebagai salah satu ilmu dan seni untuk mengadakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan dan bimbingan (directing), pelaksanaan (actuating), serta pengawasan (controlling) terhadap orang – orang dan barang – barang untuk tujuan tertentu yang telah ditetapkan (Mangoensoekerjo dan Hariono,2005).
Manajemen pembibitan adalah salah satu bidang manajemen seperti manajemen prodksi, manajemen pemasaran, manajemen keuangan dan manajemen perkantoran, manajemen pembibitan (nursery) mengkhususkan diri tentang hal ihwal yang berhubungan dengan factor memproduksi bibit dari penanganan pre nursery, enterplanting dan main nursery hingga bibit siap tanam dengan segala kegiatannya hingga pembibitan tersebut dikatakan berhasil.
Areal pembibitan di Distric Cocoa Clinic (DCC) terdapat di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen dengan luas areal pembibitan 54m2 (6m x 9m). Distric Cocoa Clinic merupakan sebuah lembaga yang mengusahakan perbanyakan bibit kakao secara generatif dan vegetatif.
Seiring perkembangan zaman yang sangat berkembang perbanyakan bibit tanaman kakao dapat dilakukan secara vegetatif seperti sambung pucuk yang saat ini sedang dikembangkan di Distric Cocoa Clinic (DCC) dengan pemeliharaan tanaman kakao yang praktis ,efisien dan efektif sehingga dapat mengahsilkan bibit tanaman kakao yang bervarietas unggul dan berkualitas.
Berdasarkan data diatas pada Distric Cocoa Clinic (DCC) yang menjadi alasan penulis memilih judul manajemen usaha pembibitan kakao sebagai bahan penelitian karena Distric Cocoa Clinic (DCC) merupakan mayoritas budidayanya adalah komoditi tanaman kakao, maka penulis sangat tertarik untuk menganalisa lebih lanjut mengenai usaha pembibitan kakao.

1.2.      Ruang Lingkup Magang
            Kuliah kerja profesi ini dilaksanakan di Distric Cocoa Clinic (DCC) yang terletak di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Biereun. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada masalah  manajemen usaha pembibitan kakao yang berfokus pada analisa usaha pembibitan kakao. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2015.

1.3.      Tujuan Magang
   Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini dilakukan untuk :
1.      Untuk Mengetahui system manajemen pembibitan kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.
2.      Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa serta pengalaman pada saat melakukan bakti profesi.
3.      Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim.
4.      Untuk mengetahui berapa keuntungan usaha pembibitan kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.

1.4.      Manfaat
Kegiatan magang yang dilakukan memiliki beberapa manfaat antara lain :
1.      Bagi mahasiswa, sebagai penambah pengetahuan dan wawasan secara langsung dari lingkungan kerja yang berkaitan dengan kegiatan kerja.
2.      Bagi pemerintah, dapat menjadi sumbangan informasi kepada pemerintah dalam mengembangkan usaha pembibitan kakao di Kabupaten Bireuen.
3.      Bagi masyarakat, hasil magang ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan dalam mengembangkan usaha pembibitan kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabuoaten Bireuen.






BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1.      Waktu dan Tempat
Magang ini dilakukan di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Waktu yang di butuhkan dalam Pelaksanaan kegiatan magang ini dimulai tanggal 11 Agustus sampai dengan 13  Oktober 2015.

2.2.      Lokasi / Letak Geografis
Pelaksanaan kegiatan praktek magang mengenai kajian Manajemen Usaha Pembibitan Kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Luas lahan lokasi magang 1.300 m2 . Distric Cocoa Clinic (DCC) mulai didirikan pada tanggal 13 November 2011,  saat ini Distric Cocoa Clinic (DCC) telah terkenal dengan komoditi bibit kakao yang sangat berkualitas tinggi.
          Desa Juli Mee Teungoh merupakan daerah dataran rendah. Desa Juli Mee Teungoh berjarak 5 km dari Ibu Kota KabupatenBerdasarkan data monografi Desa Juli Mee Teungoh memilki luas areal sebanyak 412 Ha.
Adapun batas wilayah Desa Juli Mee Teungoh adalah sebagai berikut:
Table 1 : Batas wilayah Desa Juli Mee Teungoh
No
Batas Wilayah
Desa
1
                          Sebelah Utara
Meunasah Lampoh
2
Sebelah Selatan
Pante Baro
3
Sebelah Barat
Praden
4
Sebelah Timur
Blang Ketumba
Sumber: Pada tempat penelitian setelah diolah,2015
                                              
2.3.      Keadaan Tanah
Berdasarkan data monografi Desa Juli Mee Teungoh didapat hasil bahwa lahan tempat magang di Distric Cocoa Clinic (DCC) memiliki struktur tanah lempung berpasir dengan tingkat kesuburan sangat baik, dengan PH tanah netral dengan rate 6.


2.4.      Iklim
Iklim merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Iklim  sangat  berpegaruh terhadap   tanaman, berdasarkan   data di    BP3K  (Balai Penyuluhan Pertanian Perkebunan dan Kehutanan) Juli Kabupaten Bireuen Desa Juli Mee Teungoh beriklim tropis. Iklim tropis sangat dipegaruhi oleh 2 musim yang berbeda yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada awal musim hujan dan musim kemarau disebut dengan bulan lembab. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
Table 2: Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Desa Juli Mee Teungoh
              Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.
No
Tahun
2012
2013
2014
Bulan
Jumlah
MM
Jumlah Hari
Hujan
Jumlah MM
Jumlah Hari
Hujan
Jumlah
MM
Jumlah Hari
 hujan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1
Januari
124
6
123
5
153
5
2
Februari
36
4
65
2
12
1
3
Maret
142
8
353
7
-
-
4
April
133
4
25
1
14
2
5
Mei
17
2
133
4
3
1
6
Juni
249
5
42
2
19
2
7
Juli
89
5
65
3
56
2
8
Agustus
82
3
153
7
-
-
9
September
170
4
99
2
-
-
10
Oktober
83
6
-
-
-
-
11
November
240
10
201
7
-
-
12
Desember
-
-
-
-
-
-
Sumber : BPP Juli 2015



2.5.      Struktur Organisasi Pada Distric Cocoa Clinic (DCC)
Organisasi merupakan suatu wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan bersama, agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Pada Distric Cocoa Clinic terdapat 4 divisi yaitu divisi pembibitan, divisi produksi, divisi pemasaran, divisi pelatihan. Adapun struktur organisasi Distric Cocoa Clinic dapat dilihat pada gambar berikut.
Bagan struktur organisasi pada Distric Cocoa Clinic dapat di lihat pada gambar 1 dibawah ini.
STRUKTUR PENGURUS DISTRIC COCOA CLINIC
KABUPATEN BIREUEN


                                                                                                  





BAB III
PELAKSANAAN MAGANG

3.1.      Bentuk Kegiatan Magang
Dalam kegiatan magang yang di tempatkan di Distric Cocoa Clinic Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen adalah praktik pembibitan kakao mulai dari proses pembibitan sampai proses pemasaran yang dilaksanakan dilahan Distric Cocoa Clinic dan melakukan penelitian tentang analisa usaha pembibitan kakao.
Selain itu ikut berpartisipasi dalam proses kerja dan seluruh kegiatan yang ada di Distric Cocoa Clinic (DCC). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penelitian lapangan, sedangakan data sekunder diperoleh dari wawancara dengan pembimbing lapangan.
3.2.      Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja yang dipakai dalam manajemen usaha pembibitan kakao adalah sebagai berikut:
1.      Pemilihan lokasi
Lokasi sangat berperan dalam menentukan keberhasilan sebuah usaha pembibitan diantaranya:
-          Permukaan tanah rata
-          Dekat dengan jalan untuk memudahkan pengangkutan
-          Saluran air yang baik agar tidak terjadinya banjir dan gengan air
-          Dekat dengan sumber air
-          Sebaiknya berdekatan dengan lokasi penanaman
-          Sebaiknya berjarak >100 m dari sumber penyakit mati pucuk (VSD)
-          Bersihkan daerah pembibitan dari semut gulma
2.      Rumah pembibitan
Rumah pembibitan dibuat untuk menghasilkan bibit yang sehat dengan menggunakan bahan standar yang dapat bertahan minimal 5 tahun penggunaanya.
Kerangka dan naungan pembibitan
-          Bahan naungan yang sesuai untuk rumah pembibitan hendaklah member naungan antara 60 -70 % dari cahaya matahari.
-          Menggunakan plastic UV (Ultaviolet) adalah dianjurkan dalam pembibitan untuk sambung pucuk. Plastic UV berguna untuk menahan sinar matahari sampai 30 % dan dapat melindungi bibit dari serangan penyakit VSD serta kelebihan air pada musim penghujan.
-          Naungan buatan seperti menggunakan daun kelapa boleh digunakan, akan tetapi mempunyai beberapa kekurangan diantaranya pada musim penghujan banyak bibit yang akan mati karena terendam air hujan dan mudah diserang penyakit akibat tanah yang lembab.
-          Ukuran tempat pembibitan adalah tergantung pada keperluan bibit dengan ketinggian kerangka 2-3 m.
3.      Anggaran Pembibitan
Anggaran sebuah rumah pembibitan tergantung seberapa besar kapasitas bibit yang akan direncanakan dan kelas kayu yang nantinya digunakan.
4.      Persiapan Media Tanam
-          Pengolahan tanah
Tanah yang digunakan sebaiknya tanah lapisan atas yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan tanah yang halus, bersih dari sampah dan benda asing lainnya, jika perlu tanah boleh diayak.
-          Pengisian polybag
Pengisian polybag dilakukan 2 minggu sebelum persemaian benih,dapat di isi 2-3 cm dari permukaan atas polybag dan kedua sudut bawah polybag dilipat kedalam agar membentuk segiempat ini bertujuan agar polybag tidak mudah rebah. Ukuran polybag yang digunakan 20x25 cm.
-          Pengaturan polybag
Polybag diatur 4 baris tiap jalur dengan jarak 7 cm antar polybag dan jarak jalur 60 cm yang bertujuan untuk memudahkan penyambungan dan adanya sirkulasi udara.
-          Pemupukan
Pemupukan selalu dibarengi dengan penyiraman setiap hari selama 14 hari yang bertujuan untuk melarutkan pupuk. Pemupukan dapat dibagi kedalam 3 tahap pertumbuhan bibit, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3 : Pemupukan bibit kakao
Kondisi bibit
Umur (bln)
Gr/pohon
Pupuk
Awal

15-30
Sp 36
Pra sambung
2-3
5
NPK
Pasca sambung
1-2
5
NPK
Sambung
2-3
5-10
NPK
Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015.
5.      Pembenihan
-          Pembenihan benih
             Pilih biji yang besar, biji yang bersal dari kakao unggul yang terpilih, buah dan batang yang dianjurkan. Ambil biji bagian tengah atau biji yang besar dan sehat, sisakan bagian ujung dan pangkalnya 3-4 bji.
-          Pencucian biji
             Proses pembeersihan lender dapat dilakukan dengan menggunakan jaring, serbuk gergaji, abu gosok, sekam, pasir halus dan lain – lain. Kemudian biji direndam dengan larutan fungisida 1gr/liter air selama 15 menit.
-          Perkecambahan
             Setelah biji direndam dengan larutan fungisida 1gr/liter air selama 15 menit, kemudian biji diatur diatas karung goni atau kantung plastik yang dilembabkan dengan air dan diletakkan pada tempat yang teduh, sejuk dan aman. Biji kakao akan berkecambah <24 jam.
-          Penanaman bibit
        Biji yang telah berkecambah ditanam mengarah kebawah dan dibenamkan setengah kemudian tanah disekelilingnya, maka kotiledon akan terbelah antara 10-15 hari kemudian.
6.      Pemeliharaan
-          Penyiraman
             Lakukan penyiraman setiap pagi hari sebanyak 0,5-1 liter/polybag. Hentikan penyiraman 1 atau 2 hari sebelum penyambungan dilakukan penyiraman dilanjutkan 2 hingga 3 hari setelah penyambungan dengan volume yang lebih sedikit sampai sungkup dibuka. Selanjutnya lakukan penyiraman seperti sebelum penyambungan.
-          Pembersihan gulma
             Gulma dibersihkan secara manual (dengan menggunakan tangan), hindari pembersihan gulma dengan menggunakan herbisida karenadapat mengganggu perkembangan bibit.
-          Pengawalan hama dan penyakit
             Penting dilakukan untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Adapun hama dan penyakit yang biasa menyerang bibit antara lain:
Tabel 4: Hama dan penyakit pada bibit kakao
No
OPT
Gejala serangan
Pengendalian
1.
Belalang
Daun habis
Insektisida kontak
2.
Adoretus
Daun berlubang dan menyisakan tulang daun
Insektisida sistemik
3.
Ulat jengkal
Daun berlubang dan menyisakan tulang daun
Insektisida sistemik
4.
Semut
Kotiledon habis
Insektisida sistemik
5.
Kutu putih
Pucuk tidak normal
Insektisida sistemik
6.
Kutu daun
Daun muda keriting
Insektisida sistemik
7.
Ulat bulu
Lapisan atas daun terkelupas
Insektisida sistemik
8.
Ulat daun
Daun berlubang
Insektisida sistemik
9.
Phytophthora
Daun dan batang bibit berwarna hitam
Fungisida sistemik
10.
Busuk akar
Layu hingga mati
Fungisida, akarisida
11.
Antraknosa
Tape daun mengering
Fungisida
 Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015.



7.      Penyambungan
-          Alat dan bahan
o   Pisau okulasi
o   Gunting tangan
o   Batu asah
o   Nesco film
o   Plastic sungkup
o   Tali raffia
o   Mata tunas
-          Tempel mata tunas (patch budding)
o   Pengambilan mata tunas
            Mata tunas diambil dari cabang kipas berwarna hijau kecoklatan yang memiliki mata bagong siap tumbuh.
o   Penyambungan
            Bibit siap disambung ketika berumur 1-2 bulan, mata tunas terpilih diambil dengan menoreh segiempat 1-2 cm pada mata tunas yang akan ditempelkan, toreh batang bibit sebagai tapak tempelan dengan ukuran yang sama dibagian bawah kotiledon kemudian masukkan mata tunas kedalam tempelan kemudian potong sebagian kulit batang pokok setelah itu balut dengan nesco film dari bawah keatas.
-          Sambung pucuk (top budding)
o   Pengambilan mata tunas
            Mata tunas dari cabang kipas yang berwarna coklat kehijauan, upayakan mata tunas yang diambil kemudian dipasang pada hari yang sama.
o   Penyambungan
             Penyambungan dilakukan pada usia bibit >2 bulan, sisakan 3-5 daun pada bibit yang akan disambung, entres diambil dengan membuat potongan sepanjang 10 cm dan memiliki 2-3 mata tunas, iris entres pada bagian potongan kedua sisinya 2-3 cm, belah batang bawah yang akan disambung sepanjang 2-3 cm, masukkan entres kedalam belahan batang bawah, ikat dengan nesco film atau dapat digantikan dengan tali raffia kemudian sungkup dengan menggunakan plastic sungkup.
8.      Pemasaran
              Pemasaran bibit kakao kepada petani, penangkar dan pengusaha yang dilakukan oleh Distric Cocoa Clinic (DCC) yang tersebar diwilayah Kabupaten Bireuen dengan harga berkisar Rp 7.000/bibit kakao.

3.3.      Metode Pengumpulan Data
Banyak metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam sebuah penelitian. Metode pengumpulan data pada prinsipnya berfungsi untuk mengungkapkan variabel yang akan diteliti. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a)      Wawancara
Metode wawancara ini bertujuan untuk memperoleh data terkait dengan variabel magang yaitu Manajemen Usaha Pembibitan Kakao di Distric Cocoa Clinic (DCC) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen.
b)      Observasi
Metode pengumpulan data sekunder dengan cara mengamati secara langsung tentang kegiatan yang berkaitan dengan tujuan magang.
c)      Dokumentasi
Dokumentasi di lakukan sebagai bahan tambah dalam menyusun laporan atau kesesuian data yang penulis tulis dengan pelaksanaan sebenarya di lapangan pada saat melakukam observasi dan wawacara dengan petani dan penyuluh pertanian.
3.4.      Metode Analisa Data           
a)      Biaya
Total biaya merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel yang harus dikeluarkan dari usaha pembibitan kakao.
Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :
TC       = TFC + TVC
Keterangan :
TC       = Total biaya dari usaha pembibitan kakao
TFC     = Total biaya tetap dari usaha pembibitan kakao
TVC    = Total biaya variabel dari usaha pembibitan kakao

b)     Penerimaan
Total penerimaan merupakan nilai uang dari total produk atau hasil perkaliaan antara total produk atau hasil perkalian antara total tanaman kakao (Q) dan harga tanaman jambu madu  (PQ) Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:
TR       = Q x PQ
Keterangan :
TR       = Total penerimaan dari usaha pembibitan kakao
Q         = Total produk yang terjual dari usaha pembibitan kakao
PQ       = Harga produk dari usaha pembuatan budidaya pembibitan kakao

c)      Keuntungan
Keuntungan merupakan pengurangan penerimaan total dengan biaya total dari usaha pembibitan kakao. Secara sistematis  dapat ditulis sebagai berikut :
            π          = TR – TC
                        = Q . PQ – ( FC + VC )
Keterangan :
π          = Keuntungan usaha dari usaha pembibitan kakao
T          = Total penerimaan dari usaha pembibitan kakao
TC       = Total biaya dari usaha pembibitan kakao
Q         = Total produk yang terjual dari usaha pembibitan kakao
PQ       = Harga produk dari usaha pembibitan kakao
FC       = Biaya tetap dari usaha pembibitan kakao
VC      = Biaya variabel dari usaha pembibitan kakao

d)     Bep (Break Event Point)
Bep adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya – biaya yang timbul untuk mendapatkan keuntungan. 

Bep Harga           (Rp)


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1.      Analisa Biaya
            Sebelum menganalisa kelayakan usaha pembibitan tanaman kakao, biaya dalam usaha yang bersangkutan harus teranalisis terlebih dahulu. Biaya itu sendiri dari berbagai biaya tergantung kebutuhan dari usaha yang bersangkutan, terutama yang menyangkut tentang proses produksi.
           
4.1.1.   Biaya Tetap Usaha Pembibitan Kakao
            Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap pada kisaran volume kegiatan tertentu, yang terdiri dari beberapa faktor tergantung jenis kegiatan usaha lainnya, yang juga berlaku pada usaha pembibitan kakao yang menjadi objek pada penelitian ini.
            Faktor-faktor yang menjadi biaya tetap pada masing-masing usaha antara lain biaya penyusutan investasi, biaya peralatan, biaya penyusutan peralatan, dan biaya lainnya. Biaya peralatan pada usaha pembibitan kakao di Distric Cocoa Clinic dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Biaya Peralatan Usaha Pembitan Kakao Distric Cocoa Clini (DCC)
No.
Uraian
Jumlah
Harga
(Rp)
Nilai
(Rp)
Umur
Ekonomis
PenyusutanPeralatan
1.
Gerobak sorong
2 (unit)
400.000
800.000
3 thn
    120.000
2.
Cangkul
2 (unit)
85.000
170.000
3 thn
  25.500
3.
gunting tangan
1 (Unit)
50.000
50.000
3 thn
   15.000
 4.
Pisau okulasi
1 (Unit)
65.000
65.000
3 thn
    19.500
 5.
Skrup
2 (unit)
150.000
300.000
3 thn
    45.000
 6.
Selang
20 m
10.000
200.000
3 thn
      3.000
Total                                                                         1.585.000                                228.000                      
Sumber : Data Primer (diolah), tahun 2015.

            Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa peralatan produksi Usaha Pembibitan Kakao membutuhkan biaya tetap untuk peralatan produksi sebanyak Rp 1.585.000 dengan biaya penyusutan sebanyak Rp 228.000 per bulan.

             
4.1.2.   Biaya Variabel Usaha Pembibitan Kakao
            Biaya variabel adalah biaya jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, dimana sama seperti biaya tetap setiap usaha memiliki biaya variabel yang berbeda-beda. Faktor-faktor biaya yang menjadi biaya variabel antara lain bahan baku, biaya bahan bakar, dan biaya tenaga kerja.    Adapun faktor-faktor biaya yang menjadi biaya variabel pada Usaha Pembibitan Kakao jelas terlihat pada uraian tabel di bawah ini.

Tabel 6. Biaya variable Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic (DCC)  
NO
URAIAN
JUMLAH
HARGA (Rp)
NILAI (Rp)
 A.
MATERIAL BANGUNAN



 1
Tiang 10x10 cm




·         Tiang ukuran 3m
4 btg
12.000
48.000

·         Tiang ukuran 2m
8 btg
8.000
64.000
 2
Balok 5x10 cm




·         Balok ukuran 5 m
6 btg
20.000
120.000

·         Balok ukuran 4 m
3 btg
15.000
45.000
 3
Balok 5x7 cm




·         Balok ukuran 4x75 cm
30 btg
10.000
300.000

·         Balok ukuran 4,2 m
24 btg
9.000
216.00
 4
Balok apit 2x3 cm




·         Paku
2 kg
20.000
40.000

·         Baut
20 btg
5.000
100.000

·         Waring net
30 meter
5.000
150.000

·         Plastik UV
28 meter
24.000
672.000




1.755.000
B.
BAHAN BAKU



1.
Tanah
2 truck
100.000
200.000
2.
Sekam padi
10 kg
10.000
100.000
3.
Pupuk




·         Sp36
30 kg
3.000
90.000

·         Npk
50 kg
12.000
600.000
4.
Obat – obatan




·         Fungisida
0,30 liter
95.000
28.500

·         Insektisida
0,30 liter
160.000
48.000

·         Pupuk cair
1 kg
50.000
50.000
5.
Tali Raffia
0,10 kg
18.000
1.800
6.
Polybag
1000 lmbr
100
100.000
7.
Nesco Filter
0,10 rol
500.000
50.00
8.
Plastic sungkup
5 buah
2.500
12.500
9.
Mata tunas
1.100 stek mata tunas
250
275.000
10.
Karung perkecambahan
2 lembar
2.000
4.000




1.559.800
C.
BURUH DAN UPAH



1.
Pembersihan lahan
2 Hok
50.000
100.000
2.
Pembuatan bangunan
12 Hok
50.000
600.000
3.
Pengisian polybag
1000 lmbr
100
100.000
4.
Penyusunan polibag
1 Hok
30.000
30.000
5.
Penyiangan
2 Hok
30.000
60.000
6.
Penyiraman
1000 plbg
5
450.000
7.
Penyambungan
1000 btg
500
500.000
8.
Seleksi (Cooling)
2 Hok
30.000
60.000
9.
Naungan dan daun kelapa
1 Hok
30.000
30.000




1.930.000
D.
INSTALASI AIR DAN LISTRIK



1.
Pipa pvc ¾
3 btg
25.000
75.000
2.
Sambungan pipa
20 buah
2.000
40.000
3.
Isolasi
1 buah
3.000
3.000
4.
Lem pipa
2 buah
8.000
8.000
5.
Kran
2 buah
15.000
30.000
6.
Dynamo air 250 watt
1 buah
500.000
500.000




656.000

Total


5.900.800
Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015.
            Berdasarkan tabel 6 diatas terlihat bahwa biaya variable yang digunakan untuk proses satu kali proses produksi memerlukan biaya sebanyak Rp.5.900.800,-. Faktor biaya lainnya yang juga termasuk dalam biaya variabel adalah biaya non produksi, yang secara jelas dapat terlihat pada tabel 7.
Tabel 7. Biaya Non Produksi Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic
No.
Uraian
Biaya Bulanan
Biaya Tahunan
1.
Biaya perawatan
300.000
3.600.000
2.
Listrik
200.000
2.400.000
3.
Komunikasi
  50.000
   600.000
4.
Konsumsi harian
  90.000
       1.080.000
       Total biaya non produksi(Rp)                   640.000                   7.680.000
Sumber : Data Primer (diolah), tahun 2015.
            Berdasarkan tabel 7 diatas ada tiga faktor biaya yang termasuk kedalam biaya non produksi, antara lain biaya perawatan, listrik, konsumsi harian, dan biaya lainnya. Biaya pemasaran tidak termasuk dikarenakan dalam pemasaran tanaman jambu konsumen datang sendiri ke tempat budidayanya.
            Faktor biaya non produksi usaha budidaya tanaman jambu madu yang masuk dalam biaya variabel antara lain biaya perawatan, biaya listrik, yang dikeluarkan setiap bulan, serta biaya konsumsi harian bagi tenaga kerja.

4.1.3.   Total Biaya Usaha Pembibitan Kakao       
            Total biaya dari suatu usaha merupakan jumlah keseluruhan biaya, yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Tiap usaha memiliki biaya yang berbeda-beda, dimana besarnya total biaya suatu usaha ditentukan oleh besarnya biaya tetap dan biaya variabel usaha yang bersangkutan. Adapun total biaya dari usaha pembibitan kakao tersebut dapat terlihat pada tabel 8 berikut.


Tabel 8.  Total Biaya Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic
No.
Uraian Biaya Tetap
Jumlah per produksi(Rp)
1.
Biaya Penyusutan Peralatan
228.000
Total Biaya Tetap                                                                                       228.000
No.
Uraian Biaya Variabel
Jumlah per produksi
1.
Material Bangunan
1.755.000
2.
Bahan Baku
1.559.000
3.
Buruh Dan Upah
1.930.000
4.
Instalasi Air dan Listrik
656.000
 5.
Biaya Lain-lain
-          Biaya perawatan
300.000
-          Listrik
200.000
-          Komunikasi
50.000
- Konsumsi Harian
90.000
Total Biaya Variabel ( VC)                                                           13.580.800
Total Biaya ( TC) =  FC+VC                                                       13.808.800
Bunga Modal = TC x 1 / 100                                                            138.088
Sumber : Data Primer ( diolah ) Tahun 2015
            Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa Total Biaya Keseluruhan dalam Usaha pembibitan kakao Rp 13.808.800 per produksi, dengan Total Biaya Tetap adalah Rp228.000 dan Total Biaya Variabel sebesar Rp 13.580.800 per produksi dan Bunga Modal sebesar  Rp 138.088 perproduksi. Untuk mendapatkan total biaya usaha pembibitan kakao dapat dirumuskan sebagai berikut: 
TC       = TFC + TVC
= 228.000 + 13.580.800
                        = 13.808.800

4.2.        Volume Penjualan dan Harga Jual Bibit Kakao Distric Cocoa Clinic
              Volume Penjualan bibit kakao dapat terlihat secara rinci pada tabel 9 dibawah ini.
Tabel 9. Jumlah produksi dan Jumlah nilai produksi Usaha Pembibitan Kakao
No
Ukuran
Jumlah Produksi
Harga Satuan(Rp)
Jumlah/produksi
1.
Sedang
1000
7.000/unit
7.000.000
          Total                           1000                                                                7.000.000        
Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015

            Berdasarkan Tabel 9 terdapat satu jenis ukuran yaitu ukuran sedang dengan harga jual Rp 7.000,- per unit dengan total jumlah nilai produksi Rp 7.000.000,- per produksi. Untuk mendapatkan total penerimaan dari usaha pembibitan kakao dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR         = Q x PQ
              =   1000 x Rp 7.000/bibit
              = Rp 7.000.000


4.3.      Analisa Keuntungan
            Keuntungan merupakan selisih antara nilai hasil produksi dengan total biaya produksi dari usaha budidaya tanaman jambu madu. Untuk melihat perbandingan keuntungan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya hasil produksi dan didukung oleh tingkat harga jual produk itu sendiri. Keuntungan yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10. Keuntungan per produksi Usaha Pembibitan Kakao Distric Cocoa Clinic  
 No.
Uraian
Satuan
Produksi Bibit Kakao Per Produksi
1.
Nilai Hasil Produksi
Rp
7.000.000        
2.
Total Biaya Produksi
Rp
13.808.800
3.
Keuntungan
Rp
-6.808.800
Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2015

          Berdasarkan tabel 10 diatas dapat di lihat bahwa keuntungan yang diperoleh dari nilai hasil produksi yang telah dikurangi dengan biaya produksi pada Usaha pembibitan kakao adalah sebesar Rp – 6.808.800,- per produksi. Untuk mendapakan total hasil keuntungandari usaha pembibitan kakao dapat dirumuskan sebagai berikut:
     Π      =  TR – TC
              =   Rp 7.000.000  - Rp 13.808.800
              =  Rp -6.808.800

4.4.      BEP Produksi bibit kakao
Bep Harga           (Rp)
Bep bibit kakao (Rp)  
                                     = 1.972
Dengan harga jual Rp. 7.000/bibit usaha pembibitan kakao tidak akan mengalami kerugian, walaupun keuntungan pada saat harga  Rp. 1.972


BAB V
PENUTUP
5.1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :           
1.      Total biaya yang di keluarkan untuk membuat usaha pembibitan kakao di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Biereun adalah sebesar Rp 13.808.800,- per produksi.
2.    Nilai hasil produksi Usaha Pembibitan kakao di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen adalah Rp 7.000.000,- per produksi.
3.    Usaha Pembibitan Kakao sangat menguntungkan apabila ditekuni dengan baik dan melakukan pembibitan dengan perbanyakan bibit secara vegetatif akan tetapi pada awal usaha pembibitan kakao akan mengalami kerugian dikarenaka modal awal yang dikeluarkan besar.

5.2.       Saran
1.      Usaha budidaya pembibitan tanaman kakao di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen disarankan untuk meningkatkan promosi bibit kakao yang telah dilakukan sambung pucuk sehingga banyak masyarakat mengetahui bibit tanaman kakao yang telah disambung pucuk.
2.      Peningkatan kualitas ketenagakerjaan sangat diperlukan dalam sebuah lembaga maka sebaiknya dilakukan pelatihan SDM terhadap tenaga kerja.





DAFTAR PUSTAKA

Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1998, Metodologi Penelitian survey, LP3ES, Jakarta.

Mangoensoekerjo dan Hariono,2005. Manajemen Agribisnis kakao, cetak kedua. Gajah Mada University Press,Yogjakarta.

Rohman, Saepul. 2009. Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao.
Willy, Bryan. 2010. Standar Pembibitan.